11 September: Wafatnya Dewi Sartika Sosok Pelopor Pendidikan Perempuan di Indonesia, Ini Perjuangan dan Pemikirannya
Dewi Sartika, sosok emansipasi yang memiliki perjuangan hebat untuk kesetaraan perempuan.
Seperti diketahui, perjuangan emansipasi wanita sudah dimulai sejak zaman dahulu. Dari zaman penjajahan, muncul tokoh-tokoh peremuan nasional yang memiliki gagasan brilian untuk memperjuangankan keadilan perempuan, seperti Raden Ajeng Kartini.
Bukan hanya itu, Dewi Sartika juga memiliki perjuangan tersendiri dalam memerdekakan perempuan. Bahkan, gagasan-gagasannya semasa hidup masih dikenang hingga saat ini, meskipun Dewi Sartika telah meninggal 77 tahun yang lalu, pada 11 September.
-
Kapan Kartini wafat? Meskipun Kartini wafat pada usia yang masih muda, yaitu pada 17 September 1904, warisannya tetap hidup dan menginspirasi banyak orang.
-
Siapa yang diperingati di Hari Kartini? Semasa hidup, Kartini merupakan sosok pejuang wanita yang teguh memegang prinsipnya pada kebebasan wanita untuk mendapat haknya.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Kapan Indonesia memperingati Hari Kartini? Setiap tanggal 21 April, Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai penghormatan terhadap perjuangan Kartini.
-
Kapan Dewi Khotijah meninggal? Saat menjelang petang, Siti Khotijah salat magrib dengan mengenakan mukena di Merajan Puri.
-
Apa makna Hari Kartini bagi perempuan Indonesia? Ucapan selamat hari Kartini untuk wanita Indonesia bukan sekadar kalimat untuk menyemangati, tapi juga sebuah pengingat akan pentingnya pemberdayaan wanita dan pengakuan atas kontribusi mereka yang tak terhingga dalam membentuk masa depan bangsa.
Tepat pada hari ini, menarik untuk dibahas lebih jauh bagaimana sejarah meninggalnya Dewi Sartika, sosok emansipasi yang menjadi teladan masyarakat Indonesia. Selain itu, penting juga untuk melihat kilas balik masa kecil, upaya perjuangan, dan pemikirannya.
Berikut, kami rangkum sejarah 11 September meninggalnya Dewi Sartika dan perjalanan singkat hidupnya, bisa disimak.
11 September Meninggalnya Dewi Sartika
Pertama, akan dijelaskan sejarah 11 September meninggalnya Dewi Sartika. Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat itu, Dewi Sartika berada dalam pengasingan di daerah tersebut akibat situasi perang dan ketidakstabilan politik pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, banyak pejuang kemerdekaan dan tokoh-tokoh penting berada dalam kondisi sulit, begitu pula dengan proses pemakaman jenazah Dewi Sartika. Ini karena situasi perang yang kembali tersulut, karena tentara Belanda yang berusaha untuk kembali menjajah Indonesia setelah kekalahan Jepang.
Jenazah Dewi Sartika awalnya dimakamkan di sebuah pemakaman di Cineam, Tasikmalaya. Namun, pada tahun 1952, jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra di Bandung. Pada tahun 1966, Dewi Sartika dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan Indonesia.
Dewi Sartika dikenang sebagai sosok yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan yang setara, serta sebagai salah satu pelopor dalam membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan di Indonesia.
Masa Kecil Dewi Sartika
Setelah mengetahui sejarah 11 September meninggalnya Dewi Sartika, berikutnya dijelaskan kilas balik masa kecilnya. Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 dalam keluarga Priyayi Sunda terkemuka, yang membuatnya memiliki akses terhadap pendidikan yang baik. Ayahnya, R. Rangga Somanegara, adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berperan penting dalam mendidik generasi muda. Pengaruh ayahnya sangat besar, karena ia mengajarkan nilai-nilai keberanian dan pentingnya pendidikan dalam mencapai kemajuan.
Dewi Sartika mengenyam pendidikan di sekolah Belanda, di mana ia memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang melahirkan ambisi untuk mendirikan Sekolah untuk Istri. Ia menyadari pentingnya pendidikan bagi perempuan agar bisa berperan aktif dalam masyarakat. Dalam visi dan misinya, Dewi Sartika menginginkan agar perempuan Sunda tidak hanya terdidik, tetapi juga mandiri dan berdaya saing.
Dengan latar belakang keluarga yang kuat dan pengaruh positif dari ayahnya, Dewi Sartika berhasil mendirikan Sekolah untuk Istri pada tahun 1904, membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal dan meningkatkan status sosial mereka di masyarakat.
Perjuangan Dewi Sartika
Selain masa kecil, penting juga diketahui perjuangan yang dilakukan Dewi Sartika semasa hidup. Dewi Sartika merupakan pelopor pendidikan perempuan di Indonesia, khususnya di Pasundan. Pada tahun 1904, ia mendirikan Sekolah Isteri yang bertujuan untuk memberikan pendidikan dasar bagi perempuan agar mereka dapat berperan aktif dalam masyarakat.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, seperti stigma sosial dan minimnya dukungan terhadap pendidikan perempuan, Dewi Sartika tidak patah semangat. Dengan dukungan kakeknya, R.A.A. Martanegara, yang merupakan seorang abdi negara, serta suaminya, Raden Kanduruan Agah Surawinata, ia berhasil mengatasi rintangan tersebut.
Melalui dedikasinya, Sekolah Isteri berkembang menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan, yang tidak hanya mengajarkan keterampilan dasar tetapi juga menciptakan kesadaran pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Upayanya ini memberikan dampak positif yang luar biasa bagi pendidikan perempuan di Indonesia, membuka jalan bagi generasi perempuan selanjutnya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan berkontribusi di berbagai bidang. Perjuangan Dewi Sartika menjadi inspirasi bagi perempuan di seluruh nusantara untuk tidak hanya menerima pendidikan, tetapi juga memperjuangkan hak mereka.
Pemikiran Dewi Sartika Mengenai Perempuan
Terakhir, akan dijelaskan pemikiran Dewi Sartika tentang perempuan sebagai makhluk yang berdaya. Dewi Sartika merupakan tokoh penting dalam sejarah pendidikan perempuan di Indonesia pada awal abad ke-20. Dalam pandangannya, pendidikan perempuan bukan hanya sekadar akses kepada ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk memberdayakan perempuan dalam masyarakat. Ia percaya bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam membentuk karakter generasi mendatang, sehingga pendidikan yang baik sangat diperlukan. Melalui perjuangan dan dedikasinya, Dewi Sartika mendirikan Sekolah Isteri, yang menjadi pelopor bagi pendidikan wanita pada masa itu.
Dewi Sartika menekankan bahwa perempuan harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat menjalankan peran sebagai calon ibu rumah tangga. Ia beranggapan bahwa dengan bekal pendidikan, seorang perempuan akan mampu mendidik anak-anaknya dengan lebih baik dan menjalani tanggung jawab rumah tangga dengan lebih bijaksana. Keterampilan dalam mengelola kehidupan sehari-hari menjadi aspek penting yang harus dimiliki oleh perempuan untuk meningkatkan kualitas keluarga.
Pandangan jauh ke depan Dewi Sartika menandakan pemahamiannya akan pentingnya peran perempuan dalam pembangunan masyarakat. Ia ingin perempuan tidak hanya mengenal keterampilan domestik, tetapi juga mampu berkontribusi dalam bidang pendidikan dan sosial. Dengan demikian, perjuangan Dewi Sartika tidak hanya menciptakan lompatan bagi pendidikan perempuan, tetapi juga membuka jalan bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat.