Cerita di balik gertakan Jokowi: Lapindo harus bayar Rp 781 M!
Meski telah menggelontorkan uang triliunan, Lapindo masih punya kewajiban melakukan ganti rugi pada korban.
Persoalan ganti rugi korban lumpur Lapindo seperti tak ada ujungnya. Padahal peristiwa menyemburnya lumpur panas ini terjadi sejak 29 Mei 2006 lalu.
Lumpur Lapindo terjadi setelah Lapindo Brantas Inc melakukan pengeboran di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dampaknya hingga sekarang. Sebanyak 16 desa di tiga kecamatan terkena dampak lumpur Lapindo.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya mengklaim telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp 6 triliun.
Meski telah menggelontorkan uang triliunan, Lapindo masih punya kewajiban melakukan ganti rugi pada korban. Banyak juga korban yang belum mendapat ganti rugi.
Setelah pergantian rezim, Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait persoalan ganti rugi korban lumpur Lapindo. Berikut ini ceritanya, Jumat (5/12):
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Apa yang Jokowi lakukan di Lampung? Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengunjungi Lampung. Salah satu tujuan kunjungan ini untuk mengecek jalan rusak di wilayah tersebut.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan Jokowi memanggil Kapolri dan Jaksa Agung? "Sudah saya panggil tadi," kata Presiden Jokowi saat diwawancarai di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (27/5).
-
Kenapa Jokowi panggil Kapolri dan Jaksa Agung? Pemanggilan tersebut, buntut insiden personel Datasemen Khusus Antiteror (Densus 88) dikabarkan menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
Era SBY pemerintah mau bayar Rp 781 miliar
Pemerintah saat itu bersedia menanggung ganti rugi terhadap korban yang terkena dampak lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar. Hal ini karena perusahaan milik Bakrie, PT Minarak Lapindo Brantas mengatakan tidak sanggup melakukan kewajibannya karena kondisi keuangan perusahaan.
"Yang belum terbayar di area peta terdampak itu ada Rp 781 miliar yang belum terbayar jadi kalau itu yang harus dibeli maka itu yang harus dikeluarkan dari APBN," ujar Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto pada September 2014 lalu.
Dia menegaskan uang tersebut akan masuk ke dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum tahun anggaran 2015. Namun, keputusan ini masih harus mendapatkan persetujuan dari Presiden dan DPR. "Yang penting tadi keputusan politik dan kebijakan dituntaskan dulu, nanti yang sifatnya teknis itu selanjutnya," jelas dia.
Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pemerintah, kata Djoko, merupakan hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang berdasarkan keputusan MK. Keputusan MK tersebut menyatakan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Lapindo tak punya uang lagi
Pemerintah bersedia bertanggung jawab karena PT Minarak Lapindo Jaya tak punya uang. Lapindo menyatakan menyerah memberikan ganti rugi.
Direktur utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam mengaku, kondisi saat ini hingga waktu yang belum ditentukan, tidak bisa untuk mengganti rugi sisa 3174 berkas sebesar Rp 781 miliar, karena kondisi keuangan perusahaan krisis. "Sisa dana itu, Minarak tidak bisa membayar," ujar Andi kepada merdeka.com kala itu.
Dia menegaskan, apapun hasil keputusan dari pemerintah maka akan dipatuhi. Pihaknya tidak akan memilih hasil keputusan yang menghasilkan dua alternatif. "Pokoknya kami serahkan dulu kepada pemerintah hasilnya kita patuhi gitu. Karena tidak ada alternatif lain karena tidak batas waktu yang kita punyai dengan kondisi keuangan yang dipunyai keluarga Bakrie," ujarnya
Dari hasil rapat dengan BPLS menghasilkan dua jalan keluar alternatif. Pertama, memberikan talangan terlebih dulu dari pemerintah kemudian pihak Minarak Lapindo Brantas mengganti rugi. Alternatif kedua, sisa yang belum dibayar oleh Lapindo dibayar oleh pemerintah. Sehingga nanti di dalam peta terdampak sekitar 20 persen dari luas area yang terdampak sebesar 600an hektar akan menjadi milik pemerintah.
Gubernur Jatim desak pemerintah yang bayar ganti rugi
Pada September lalu Gubernur Jawa Timur Soekarwo menginginkan pemerintah pusat segera mengucurkan dana untuk ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo yang masih tersisa sebesar Rp 781 miliar. Tetapi, keputusan tersebut tergantung pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.
"Pemerintah Insya Allah ambil alih. Kan nanti disampaikan ke presiden. Kalau sudah Pak Menteri sudah putuskan, maka akan disampaikan ke presiden," katanya saat itu.
Dia membantah jika ganti rugi buat lahan warga Sidoarjo yang terkena dampak lumpur Lapindo, bakal menguntungkan PT Minarak Lapindo Brantas. Sesuai keputusan MK pada Maret 2014 bahwa ganti rugi pembayaran lahan warga korban lumpur Lapindo ditanggung oleh negara melalui APBN. "Keliru. Semua sudah diputuskan oleh MK bahwa itu bencana alam," katanya
Pakde Karwo saat itu ingin segera menyelesaikan persoalan ganti rugi. Karena itu dia sempat mengirimkan surat pada presiden. Soekarwo kala itu yakin Presiden SBY menyetujui hal ini. "Tidak mungkin (ditolak). Apalagi SBY terakhir. Tidak mungkin tinggalkan masalah," ucap dia.
Sampai era SBY berakhir, ganti rugi belum beres
Ternyata, persoalan ganti rugi hingga masa jabatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden habis tak kunjung selesai. Hal ini karena tidak ada keputusan jelas.
Menteri Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum saat itu berbeda pendapat. Menteri Keuangan Chatib Basri saat itu secara tegas menyatakan pembayaran ganti rugi korban Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, sementara ini tidak mungkin memakai uang negara.
Ini mengacu pada fatwa Mahkamah Konstitusi, agar tanggung jawab itu ditanggung lebih dulu oleh perusahaan milik Konglomerat Aburizal Bakrie, sebagai pemicu awal tragedi tersebut. "Dalam putusan MK, pemerintah hanya memastikan warga korban Lapindo digantikan (kerugiannya), tapi not necessarily dari uang negara," ujarnya September lalu.
Itu sebabnya, tidak ada alokasi ganti rugi Lapindo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2015). Demikian pula di APBN Perubahan 2014. Kecuali memang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui tawaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). "Alokasi anggaran ganti rugi akan diproses setelah presiden menyetujui usulan BPLS," kata Chatib.
Jokowi gertak Lapindo
Karena tak kunjung selesai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. Jokowi kemarin menggelar rapat bersama Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Sekretaris Negara Pratikno dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Menurut Andi, saat ini pemerintah sedang mengupayakan ganti rugi korban lumpur Lapindo diselesaikan pada 2015 mendatang.
"Jadi sekarang kami sedangkan mencari cara bagaimana caranya ke depan 2015 kewajiban-kewajiban itu bisa diselesaikan," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/12).
Dalam rapat tadi dibahas langkah-langkah yang akan segera diambil pemerintah lantaran ada tanggul yang kondisinya sudah kritis. Jika tidak ditangani segera, lumpur akan meluap ke wilayah lain. "Pada intinya sejak minggu lalu, BPLS sudah bekerja untuk perbaiki tanggul-tanggul yang kritis terutama untuk beberapa wilayah. Selama ini kendalanya, ada hambatan dari masyarakat sekitar yang ganti ruginya belum dibayarkan," ujarnya.
Terkait ganti rugi, Pemerintah memang masih memiliki kewajiban membayar Rp 300 miliar. Namun, pemerintah akan membayarkan kewajiban itu apabila Lapindo juga membayarkan kewajibannya. Untuk itu, kata Andi, Lapindo diharapkan dapat berkomunikasi dengan pihaknya terkait hal ini.
"Kami berharap supaya komunikasi persuasif itu bisa dilakukan sehingga tanggul-tanggul kritis itu bisa diperbaiki.
Tentang ganti rugi memang masih ada kewajiban pemerintah Rp 300 miliar, kewajiban dari lapindo Rp 781 miliar. Berdasarkan keputusan MK, pemerintah baru bisa membayarkan 300 miliar itu kalau lapindo juga membayarkan kewajibannya," ujarnya. "Kami akan desak lapindo untuk segera lakukan solusi konkret dengan perhitungkan aset yang ada supaya ganti rugi bisa dilakukan segera," ujarnya lagi.