Cerita jatuh bangun juragan kontrakan di Waduk Pluit
Suryani berharap, bila nanti ada pembongkaran di sisi timur Waduk Pluit Pemprov DKI memberikan ganti rugi yang layak.
Tempat tinggal atau rumah menjadi salah satu hal yang paling penting bagi kehidupan manusia. Namun, untuk memiliki rumah di Jakarta tidaklah mudah karena harganya yang melambung tinggi.
Alhasil, banyak orang yang lebih memilih mengontrak atau kost di ibu kota. Hal itu mungkin yang mendasari Suryani (49) membuka bisnis rumah kontrakan di Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun bukan rumah permanen yang dikontrakinya, melainkan rumah semi permanen berjenis kayu dengan lebar 5 meter, dan panjang 10 meter. Rumah kontrakan semi permanennya itu berada di sisi timur Waduk Pluit.
Warga RT 19 RW 17 No 22, Penjaringan, Jakarta Utara itu, memiliki dua rumah kontrakan semi permanen di daerah itu. Suryani mengaku sudah tinggal di wilayah tersebut sejak tahun 14 tahun yang lalu.
Masing-masing rumah kontrakan semi permanennya dikontraki kepada orang lain dengan harga Rp 300 hingga Rp 350 ribu per bulan. Dia mengaku sudah membuka usaha itu sejak 2005. Ada sekitar 20 orang yang mengontrak di rumahnya.
"Saya di sini dari tahun 2000. Waktu itu di sini cuma ada 5 rumah, awalnya saya juga ngontrak baru tahun 2003 saya beli rumah di sini Rp 450 juta," ujar Suryani ketika ditemui di lokasi, Senin (13/10).
"Dulu beli pakai kuitansi saja. Sudah ada 7 tahun saya punya surat bangunan. Waktu itu pak RT yang menyuruh biar supaya kuat kalau ada bongkaran," jelas ibu 8 anak itu.
Istri dari seorang Anak Buah Kapal (ABK) Muara Angke tersebut menuturkan setelah mendapatkan surat rumah, dirinya memutuskan untuk mengontraki dua rumah tersebut.
"Saya punya kontrakan blong 6 pintu di sini yang diisi 20 orang. Alhamdulillah pendapatannya lumayan sekitar Rp 2,5 juta per bulan," tandasnya.
Dalam 10 hari dirinya membeli 560 liter air untuk memenuhi kebutuhan air rumah kontrakannya. Air tersebut berasal dari air ledeng.
"Saya beli air ledeng dan diantar pakai mobil boks seharga Rp 80 ribu. Makanya saya punya perjanjian dengan orang yang ngontrak kalau mandi di luar, air itu cuma buat buang air kecil, air besar dan nyuci," ungkapnya.
Untuk itu, Suryani berharap, bila nantinya akan ada pembongkaran di sisi timur Waduk Pluit, maka sudah seharusnya Pemprov DKI Jakarta memberikan ganti rugi uang yang layak.
"Saya sih setuju aja dipindah ke rusun. Apa boleh buat namanya punya pemerintah yang penting sesuai dengan pembayaran ini aja. Kita pindah ke rusun kan butuh makan juga, masa kita gak dikasih apa-apa, minimal sama lah kayak waktu beli awal rumah itu," harapnya.