Dana hibah Tangsel bengkak 256 persen di musim Pilkada
Dari Rp 29,5 miliar menjadi Rp 105 miliar.
Dana belanja hibah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengalami perubahan fantastis di dalam anggaran belanja daerah (APBD) Perubahan. Dari dari Rp 29,5 miliar menjadi Rp 105 miliar. Tangerang Public Transparency Watch (Truth) menduga hal ini sebagai bagian dari strategi incumbent di Pilkada.
"Pemberian hibah tidak taat pada asas pengelolaan keuangan daerah, yaitu tidak transparan, berupa pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya," kata Koordinator Truth Suhendar, Selasa (29/09).
Menurut dia, pada APBD murni saja sekitar Rp 29 miliar, Pemkot Tangsel tidak mempublikasikannya kepada masyarakat. Padahal berdasarkan ketentuan yang berlaku, seharusnya memuat pencantuman nama penerima dan alamat.
"Artinya, dengan sikap tertutup ini, maka potensi penyalahgunaan dana hibah sangat besar," lanjutnya.
Misalnya berupa penerima fiktif atau hanya diberikan kepada kelompok atau golongan tertentu yang terafiliasi secara politik dan sebagainya, yang pada intinya tidak bertujuan untuk menstimulasi kesejahteraan masyarakat secara umum, melainkan untuk tujuan kepentingan tertentu.
Oleh karenanya, lanjut Suhendar, kenaikan dana hibah ini tidak memiliki legitimasi etis dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, kenaikan ini justru sangat dekat dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Kenaikan dana hibah ini terjadi secara drastis dalam momentum Perubahan APBD sebanyak 256 persen dari anggaran sebelumnya. Hal ini dinilai Truth mencerminkan tidak adanya aspek perencanaan yang baik, apalagi saat ini telah memasuki masa Pilkada.
"Dengan mendekati pelaksana Pilkada, maka patut diduga kenaikan anggaran hibah ini bertujuan untuk meningkatkan popularitas, demi memuluskan kemenangan petahana," terangnya.
Dia menilai, pola lama masih dipertontonkan dengan membagi-bagikan dana hibah yang berasal dari APBD kepada masyarakat, namun didesain sedemikian rupa sehingga seolah-olah, masyarakat yang mendapat dana hibah ini adalah atas kemurahan hati Airin-Benyamin.
"Padahal dana ini bersumber dari uang masyarakat juga, bukan kantong pribadi petahana," katanya.
Suhendar juga berani menyampaikan bahwa kenaikan dana hibah ini bertentangan dengan UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Surat Edaran Kemendagri No.900/4627/SJ yang keduanya berisikan bahwa belanja hibah dianggarkan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.
"Ada kemungkinan juga sengaja tertutup karena berpotensi bisa disalahgunakan penyalurannya," kata Suhendar.