Dana mepet, Pemkot Batam tolak jemput warganya yang terlibat Gafatar
Mereka menyatakan siap menerima, kalau warga Batam terlibat Gafatar bersedia pulang kampung.
Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, menolak menjemput warga Batam yang menjadi anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang kini berada di Kalimantan Barat. Alasan mereka hal itu terbentur dana.
"Kami tidak akan jemput. Tidak ada anggaran untuk itu," kata Wakil Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, di Batam, seperti dilansir dari Antara, Senin (1/2).
Rudi mengatakan, pemerintah setempat tidak memiliki cukup anggaran buat memulangkan mantan penganut Gafatar. Apalagi, kata dia, saat ini pemerintah harus merasionalisasi anggaran akibat pengurangan Dana Bagi Hasil dari pemerintah pusat. Namun, lanjut dia, bila penganut Gafatar pulang ke Batam, maka pemerintah akan menerima dengan tangan terbuka. Masyarakat juga diminta untuk tidak mengasingkan mantan anggota Gafatar bila sudah kembali ke daerah.
"Kalau mereka kembali, kami terima," ujar Rudi.
Kepala Bagian Humas Pemkot Batam, Ardiwinata mengatakan, mereka masih mengumpulkan informasi mengenai warga kota meninggalkan Batam dan bergabung bersama Gafatar.
Kepala Kesbangpol Kota Batam, Rudolph Napitupulu, memastikan tidak ada Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemkot Batam bergabung dengan Gafatar, apalagi sampai mengundurkan diri dari PNS serta pindah ke Kalimantan. Namun, dia membenarkan kabar beberapa anggota Gafatar sempat bekerja sebagai pegawai di Badan Pengusahaan Kawasan Batam (dulu bernama Otorita Batam), sebelum memutuskan pindah ke Kalimantan.
Sejumlah anggota Gafatar diketahui mengundurkan diri dari kepegawaian BP Kawasan Batam pada akhir 2015. Di antaranya mereka yang bertugas di Bandara Hang Nadim dan BMKG Hang Nadim.
Gafatar mendaftarkan diri di Kesbangpol Batam pada November 2011. Saat mendaftar, Gafatar mengaku bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, dan memenuhi seluruh persyaratan seperti akta notaris, izin Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga.