Dedi Mulyadi punya cetak biru penyelesaian masalah di Sungai Citarum
Dedi Mulyadi punya cetak biru penyelesaian masalah di Sungai Citarum. Secara teknis, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat membentuk tim khusus yang berasal dari petugas linmas desa dan petugas kebersihan.
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki cetak biru penyelesaian masalah di Sungai Citarum. Masalah yang sejak lama dikeluhkan warga di sekitar bantaran sungai terpanjang di Jawa Barat itu terdiri dari dua hal pokok.
Dua masalah pokok ini disampaikan oleh Engkin (50), salah seorang warga yang tinggal di sekitar Sungai Citarum. Tepatnya, di Desa Dayeuh Kolot, Kecamatan Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung.
-
Mengapa Dedi Mulyadi akan meminta restu Prabowo untuk maju di Pilgub Jabar? Sebagai calon, Dedi mengaku akan meminta restu persetujuan dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk bertarung pada Pilkada Jabar.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi akan mencari pasangan untuk Pilgub Jabar? "Pak Airlangga berpesan ke saya, jangan terlalu jauh kalau main dari luar rumah, jangan melewati Jawa Barat, harus berada di wilayah Jawa Barat. Kemudian nanti cari pasangan di Golkar yang sesuai dengan kriteria sebagai calon istri (wakil) yang baik," kata dia.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi merawat Sapi Bargola? Dirawat dengan Rasa Melalui pengelolaan di Peternakan Lembur Pakuan, Dedi memberikan contoh bagaimana mengelola peternakan yang baik, pertanian organik sampai pada membangun sektor perikanan yang baik di pedesaan.
-
Kenapa Dedi Mulyadi menggemukkan Sapi Bargola? Dedi mengaku akan mengkurbankan sapi Bargola di hari raya Iduladha pekan depan.
-
Siapa yang kuliah di Bandung? Baik Kika maupun Jema tengah menjalani studi di Bandung, Jawa Barat.
-
Di mana asal muasal pelat nomor D di Bandung? Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pelat nomor D berasal dari tim pasukan Inggris berkode huruf D yang pernah menguasai daerah ibu kota Priangan.
Engkin mengatakan banjir kerap melanda daerah tempat dia tinggal terutama saat musim hujan. Menurut Engkin, banjir hanya merupakan akibat dari pendangkalan Sungai Citarum. Dia mengindentifikasi banjir dan pendangkalan yang disebabkan oleh sampah menjadi dua masalah utama yang harus segera diselesaikan.
"Parahnya bisa sampai atap rumah kami kalau banjir. Saya berharap Kang Dedi bisa memberikan solusi atas banjir ini. Soalnya rutin, setiap musim hujan pasti kena. Aliran sungainya juga sudah dangkal, harus dikeruk,: katanya.
Keluhan Engkin ditanggapi langsung oleh Dedi Mulyadi. Dia mengungkapkan solusi berupa cetak biru penyelesaian masalah Sungai Citarum. Menurut mantan Bupati Purwakarta tersebut, sampah di Sungai Citarum dapat dibersihkan melalui sistem pemberdayaan lingkungan.
Secara teknis, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat membentuk tim khusus yang berasal dari petugas linmas desa dan petugas kebersihan. Tim yang beranggotakan unsur gabungan ini diserahi tugas per sekian kilometer dan bertanggung jawab terhadap pembersihan sampah.
"Harus ada tim pembersih yang setiap hari berkonsentrasi, kita bisa sediakan pos khusus bahkan rumah dinas untuk petugas. Praktiknya, bisa linmas desa setempat bergabung dengan petugas kebersihan," ungkap Dedi.
Proyeksi jangka panjang berupa penghijauan kawasan bantaran sungai bakal dilaksanakan pria yang lekat dengan iket Sunda itu. Jenis pohon yang ditanam pun harus memiliki kriteria tertentu. Di antaranya, berakar keras dan berbatang keras agar mampu menahan pergerakan tanah.
"Kalau sudah tumbuh tidak boleh ditebang. Apalagi dijadikan bahan bangunan, bahaya itu," ujarnya.
Selain wilayah bantaran sungai, daerah di dalam kawasan pemukiman pun turut menjadi perhatian Dedi Mulyadi. Dedi mengungkapkan, drainase yang berada di tengah pemukiman harus diperlebar. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan menjadi variabel penunjang yang tidak kalah penting.
"Ini butuh kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan. Drainase kita perlebar itu untuk aliran air, bukan untuk tempat membuang sampah," katanya.
Selain konsepsi di atas, Dedi Mulyadi juga memiliki gagasan tentang desain perkampungan untuk daerah bantaran sungai. Menurutnya, perkampungan tersebut harus berisi rumah-rumah dengan desain arsitektur 'julang ngapak'. Jenis rumahnya pun harus rumah panggung yang memiliki ketinggian memadai dari atas tanah.
Jenis rumah seperti ini menurut Dedi Mulyadi memiliki nilai manfaat strategis. Selain tahan gempa, rumah panggung juga tidak akan terkena dampak kerusakan saat banjir melanda.
Desain arsitektur berkarakter 'julang ngapak' juga telah sukses bertahan selama ratusan tahun di Kampung Naga, Tasikmalaya dan Kampung Kanekes, Banten.
"Rumahnya harus ditinggikan dan terletak agak jauh dari bantaran sungai. Arsitekturnya julang ngapak, rumah panggung dan pakai ijuk. Kalau banjir datang, tidak akan sampai merendam rumah," katanya.
Rumah milik pasangan Hardiyono (56) dan Entin (52) mendapat kehormatan untuk menjadi percontohan pembangunan rumah panggung. Berdasarkan pantauan, rumah tersebut sudah hampir roboh karena habis dimakan rayap. Tiang rumah tersebut pun terbuat dari bambu sehingga berada dalam kondisi beresiko.
Dedi Mulyadi bersama warga sekitar bergotong royong membongkar rumah yang dihuni oleh 7 orang tersebut. Rumah yang berdiri di bantaran Sungai Citarum itu akan segera disulap menjadi rumah panggung tahan banjir.
(mdk/eko)