Di rapat pleno, Fadli Zon dicurhati parlemen Suriah soal konflik
Siti Fatimah curhat saat ini rakyat Suriah harus menderita karena konflik dan perang.
Dalam pertemuan pertama parlemen se-Asia Afrika yang diadakan bersamaan dengan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Gedung DPR, Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin sidang pleno mempersilakan masing-masing perwakilan negara yang hadir untuk melakukan pemaparan.
Dirinya berharap partisipasi dari setiap perwakilan parlemen negara peserta KAA itu nantinya bisa menjaga perdamaian dunia dan mewujudkan kemakmuran bersama.
"Semoga kita dapat turut serta menjaga perdamaian dan menuju kemakmuran dunia bersama. Kita harus melawan kemiskinan. Untuk itu kita dengarkan pemaparan dari perwakilan-perwakilan parlemen," kata Fadli Zon dalam pleno di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/4).
Melihat adanya kesempatan berharga itu, langsung saja anggota dari parlemen Suriah, Siti Fatimah, mengutarakan mengenai masalah negaranya sedang dilanda konflik. Dirinya menceritakan saat ini rakyat Suriah harus menderita, karena serbuan para teroris asing yang datang ke negaranya untuk kepentingan yang disetir pihak imperialis dari negara lain.
Dalam tanggapannya kepada perwakilan Suriah itu, Fadli Zon hanya mengutarakan simpatinya dan berharap agar konflik Suriah bisa segera berakhir.
"Kami berharap Suriah dapat lebih damai nantinya dan kita semua mendoakan yang terbaik untuk Suriah," ujar Fadli Zon.
Selanjutnya ada Christopher Dolai, anggota parlemen dari Kenya. Dolai menyampaikan pandangannya yang menyebut bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempersatukan bangsa Asia dan Afrika.
"Target kita yang utama adalah melawan segala bentuk terorisme. Kami telah banyak menjadi korban para pembajak Somalia. Banyak anak-anak, pelajar kami yang kehilangan jiwa akibat aksi teror. Kami juga ingin mendapat solusi dari tantangan terorisme ini," kata Dolai.
Sementara itu, parlemen Indonesia yang diwakili oleh anggota Komisi IV DPR, Hamdani, berbicara mengenai perlawanan negara-negara dunia ketiga di Asia-Afrika terhadap praktik kolonialisme. Dirinya juga menjelaskan bahwa pada 2005 silam, telah dirumuskan suatu New Asian-African Strategic Partnership, yang saat ini harus diintensifkan kembali guna membantu negara-negara di Asia-Afrika agar bisa memperbaiki standar kehidupannya yang layak.
"Sudah lama kita kelaparan. Pada 1995, kerja sama lebih didorong oleh hal-hal yang bersifat politis. Kolonialisme belum hilang sepenuhnya dan digantikan bentuk dominasi yang lain," ujar Hamdani.
"Negara Asia-Afrika diharapkan bisa berbagi prinsip yang sama, bahwa kita bersatu padu dalam upaya-upaya melawan imperialisme dan kolonialisme. Kita telah menderita karena eksploitasi," pungkasnya.