Kemlu Tetapkan Delapan Provinsi di Suriah Kini Berstatus Siaga 1, Ada 35 WNI di Zona Berbahaya
Kemlu mengingatkan warga negara Indonesia yang berada di daerah konflik agar tetap waspada dan mematuhi petunjuk dari perwakilan pemerintah.
Ketegangan dalam konflik di Suriah semakin meningkat. Pada tanggal 27 Oktober, kelompok oposisi Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) melancarkan serangan mendadak di wilayah Aleppo, yang saat ini sebagian besar telah dikuasai oleh mereka. Pertikaian ini kemudian meluas ke provinsi Idlib, di mana serangan udara oleh Rusia juga dilaporkan terjadi. Pada 4 Desember, HTS dilaporkan mulai memasuki daerah pedesaan di Aleppo, yang memperluas area pertempuran. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga saat ini, sekitar 571 orang telah menjadi korban jiwa, termasuk dari pihak oposisi, militer pemerintah, dan warga sipil.
Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) telah menetapkan delapan wilayah di Suriah dalam status siaga 1. Wilayah-wilayah tersebut mencakup Aleppo, Idlib, Hama, Deir Ez-Zor, Hasaka, Raqqa, Daraa, dan Suwaida. Judha Nugraha, Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI, menyatakan bahwa situasi ini sangat mengancam keselamatan WNI yang berada di daerah tersebut.
"Ini adalah provinsi-provinsi yang kita nilai berbahaya dan dapat mengancam keselamatan warga negara kita. Sedangkan provinsi-provinsi yang lain ditetapkan siaga dua," ungkap Judha dalam pernyataan pers kepada media pada hari Kamis (5/12/2024). Pemerintah, melalui KBRI Damaskus, juga telah menyiapkan langkah kontijensi terkait dengan eskalasi konflik di Suriah serta perlindungan terhadap WNI yang berada di area konflik tersebut.
Distribusi warga negara Indonesia di Suriah
Dari total 1.162 Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdaftar di Suriah, sebagian besar tinggal di Damaskus. Di sisi lain, terdapat 29 WNI yang menetap di Aleppo dan enam di Hama, dua daerah yang saat ini tengah mengalami konflik aktif.
Mayoritas WNI di Suriah bekerja di sektor domestik, sementara sisanya adalah pelajar. Sebagai langkah pencegahan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus telah memperkuat rencana kontinjensi untuk melindungi WNI yang berada di wilayah konflik.
Selain situasi di Suriah, konflik di kawasan Timur Tengah lainnya juga menjadi perhatian serius. Hingga kini, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mencatat total 26.188 WNI yang berada di wilayah Timur Tengah, termasuk di negara-negara seperti Israel, Lebanon, dan Palestina.
Sebanyak 1.220 WNI telah berhasil dievakuasi dari berbagai negara, termasuk Sudan, Gaza, dan Lebanon, dalam beberapa gelombang evakuasi selama periode 2023-2024. Menghadapi situasi yang terus berubah, Kemlu RI memastikan bahwa tim krisis responsif yang terdiri dari berbagai elemen, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), siap mendukung upaya penyelamatan WNI.
Rencana darurat di area konflik
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) bersama sejumlah perwakilan di kawasan Timur Tengah telah mengambil berbagai langkah untuk memastikan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Langkah-langkah utama yang diambil mencakup:
- Peningkatan Status Keamanan: Status siaga satu telah diterapkan di provinsi-provinsi yang dianggap berisiko tinggi, sedangkan wilayah lain tetap dalam status siaga dua.
- Rencana Kontingensi: Kedutaan Besar RI di Damaskus telah menyiapkan tempat perlindungan (shelter) bagi WNI serta melakukan simulasi evakuasi jika situasi semakin memburuk.
- Komunikasi Aktif: Perwakilan RI menyediakan saluran komunikasi seperti grup WhatsApp untuk memantau kondisi WNI secara real-time dan memberikan panduan terkait keselamatan mereka.
- Tas Darurat: WNI dianjurkan untuk menyiapkan tas darurat yang berisi dokumen penting, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya untuk mempermudah proses evakuasi.
Judha juga mengimbau semua WNI yang berada di wilayah konflik untuk segera melapor ke perwakilan RI dan mengikuti arahan evakuasi. "Kami sangat mengimbau untuk dapat mengikuti proses evakuasi yang telah disampaikan oleh perwakilan KBRI. Jangan menunda keputusan tersebut sampai situasinya memburuk hingga menyulitkan proses evakuasi," tegasnya.