Dituding syirik, ini jawaban Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
"Wayang merukan lambang dari kehidupan manusia antara dua sisi berbeda, yang merupakan kepastian Sunatullah."
Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab menuding Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mulai dari tudingan merusak tatanan keislaman, yaitu mengganti kalimat Assalamualaikum dengan Sampurasun, hingga menikahi Nyi Roro Kidul.
Satu lagi tudingan terhadap Dedi Mulyadi dari pentolan FPI itu, yaitu sebagai orang yang menghidupkan kembali ajaran Sunda Wiwitan, yaitu dengan membangun patung - patung pewayangan. Untuk menghiasi Kota Purwakarta.
Menanggapi hal itu, Dedi mulyadi menjelaskan bahwa pembangunan patung yang berdiri di setiap taman kota di Purwakarta tak terlepas dari unsur seni dan budaya. Menurut Dedi dengan dibuatnya patung tokoh pewayangan karena Wayang adalah khasanah kebudayaan yang melekat dalam tradisi masyarakat Jawa dengan beragam bentuk, mulai dari wayang Golek, Wayang Kulit, wayang Cepak, Wayang Ajen, Wayang Catur.
"Wayang adalah Khasanah Kebudayaan yang melekat dalam tradisi masyarakat Jawa, seperti kita tahu ada beberapa macam wayang di Sunda Wayang Golek, Wayang Cepak. Ada wayang Kulit Cirebon, ada Wayang Ajen, Wayang Catur dan lain - lain," kata Dedi, Sabtu (28/11).
Dedi menuturkan wayang adalah lambang dari kehidupan manusia, antara dua sisi yang berbeda, yang merupakan kepastian Sunnatullah. Sedangkan Patung Wayang adalah sebuah kreativitas kebudayaan. Secara filosofi, Dedi menerangkan jika kehidupan masyarakat Sunda, adalah manusia yang adiluhung.
"Wayang merukan lambang dari kehidupan manusia antara dua sisi berbeda, yang merupakan kepastian Sunatullah. dan patung wayang adalah simbol kreativitas kebudayaan," ujar Dedi.
Dedi juga menyayangkan jika dengan banyaknya berdiri patung di Purwakarta, dianggap sebagai hal yang menyimpang, karena terlebih dahulu sebelum dibangun di Purwakarta, begitu banyak jenis patung yang sudah berdiri megah di berbagai daerah, seperti di Cirebon ada Patung Bima, bahkan di Jakarta patung - patung besar sudah ada sejak masa pemerintahan Soekarno.
"Sebelum di Purwakarta, kan sudah ada Patung Bima di Cirebon yang lebih dahulu dibangun, di Jakarta patung lebih banyak dan besar sejak masa Bung Karno," tutur Dedi.
Namun Dedi berkeyakinan jika keberadaan patung di Purwakarta kerap menjadi pembicaraan dan sorotan berbagai pihak, selain karena yang memiliki gagasan adalah dirinya yang dikenal sebagai sosok yang eksentrik. Dedi juga tidak menampik karena jika patung di Purwakarta dinilai lebih seksi dan menarik untuk dipermasalahkan.
"Saya berprasangka baik saja, mungkin patung di Purwakarta Lebih seksi sehingga menarik untuk dipermasalahkan," imbuhnya sambil tersenyum.
Sebelumnya, apa yang dilakukan Dedi dalam membangun Purwakarta selama ini, mendapat hujatan keras dari Habib Rizieq. Rizieq menilai Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sejak memimpin Purwakarta terus berusaha menghidupkan kembali ajaran "Sunda Wiwitan", sehingga ia menghiasi Purwakarta dengan aneka patung pewayangan seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka patung Hindu Bali.
Dia pun disebut telah melamar Nyi Roro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat kereta kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang isteri, Nyi Roro Kidul. Kereta Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten Purwakarta, dan diberi kemenyan serta sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling Purwakarta setahun sekali saat acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Roro Kidul buat keberkahan dan keselamatan Purwakarta.
Selain itu, pohon-pohon di sepanjang jalan kota Purwakarta diberi kain "Poleng", yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan untuk "Keindahan", tapi untuk "Keberkahan" sebagaimana adat Hindu Bali, dan Dedi pun mulai sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para pemuka adat dan agama Hindu Bali.
Dedi dianggap tidak bangga dengan Islamnya, tapi ia bangga dengan patung, sesajen dan takhayyulnya, yang dikemas atas nama kearifan lokal.