Dokumen TPF Munir hilang, pemerintah SBY & Jokowi tanggung jawab
Dokumen TPF Munir hilang, pemerintah SBY & Jokowi tanggung jawab. Keberadaan dokumen asli laporan Tim Pencari Fakta (TPC) kasus kematian Munir tak diketahui keberadaannya. Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf menyatakan, hal itu menunjukkan bahwa tata kelola sistem administrasi pemerintah di negara ini sangat buruk.
Keberadaan dokumen asli laporan Tim Pencari Fakta (TPC) kasus kematian Munir tak diketahui keberadaannya. Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf menyatakan, hal itu menunjukkan bahwa tata kelola sistem administrasi pemerintah di negara ini sangat buruk.
"Kami memandang bahwa belum ditemukannya dokumen resmi laporan TPF Munir menunjukkan bahwa tata kelola sistem administrasi pemerintah di negara ini sangat buruk," katanya dalam jumpa pers menyikapi perkembangan kasus Munir di kantor Imparsial, Tebet Utara, Jakarta Selatan, Rabu (27/10).
Al Araf mengatakan, pemerintahan SBY maupun pemerintahan Jokowi tidak boleh lepas tanggung jawab dari masalah ini. Sebab, hal ini adalah masalah serius dalam tata kelola pemerintahan.
"Dokumen hasil penyelidikan kasus pembunuhan Munir yang dibuat oleh TPF adalah dokumen resmi negara dalam kerangka penegakan hukum bagi penyelesaian kasus Munir," tegasnya.
"Tentu tidak tepat dan keliru jika dokumen itu di akhir masa pemerintahan SBY diserahkan ke Arsip Nasional RI, sebab pengungkapan kasus Munir belum selesai," sambung Al araf.
Al Araf menambahkan, jika benar dokumen resmi itu hilang, maka hal itu merupakan sebuah kejahatan tidak pidana.
"Hal itu mengacu pada Pasal 53 Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 yang menyebutkan setiap orang atau badan hukum atau badan publik yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak dan atau menghilangkan dokumen informasi publik bisa dipidana dua tahun penjara," paparnya.
Selain itu, sambung Al Araf, pada UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, Pasal 86 menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 dipidana maksimal 10 tahun penjara.