DPRD DKI akan bahas Raperda Kawasan Tanpa Rokok dengan berimbang
Anggota Baleg DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mengatakan, bahwa hingga saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok, hingga kini masih dalam tahap pembahasan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPRD DKI Jakarta. Beberapa elemen masih terus berharap raperda KTR itu segera disahkan. Seperti dari masyarakat anti rokok, produsen rokok, hingga elemen lainnya.
Pengamat Kebijakan Publik dan Pakar Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan, bahwa raperda KTR sudah seharusnya memuat berbagai aspek kepentingan seluruh elemen.
"Raperda yang disusun memang harus melihat kepentingan dari segi kesehatan pengguna atau yang terimbas. Tapi selain itu, juga harus melihat industri rokoknya," kata Margarito, dalam acara Diskusi dan Buka Puasa Bersama, "Efektifitas Rencana Penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta" katanya di Jakarta, Rabu (29/6).
Menurut Margarito yang patut disoroti dalam Raperda KTR itu, bisa berfungsi sebagai penyeimbang. Sehingga tidak hanya sebatas pelarangan dan pembatasa area merokok saja.
"Dalam hal ini aspek ekonomi harus tetap berjalan karena ada unsur dari segi produsen. Juga dalam segi sumber manusia petani tembakau harus bisa tetap bekerja," katanya.
Pasalnya, secara tidak langsung dengan Raperda KTR akan mengurangi produksi rokok itu sendiri. Artinya, petani tembakau pun akan terancam.
"Secara teknis perda itu juga perlu dilihat secara mendalam. Bagaimana perda ini bisa menyediakan ruang-ruang (merokok) yang pasti. Bukan hanya sekedar menerbitkan perda," katanya.
Namun, tak hanya itu, dengan penerbitan raperda KTR tersebut, pengawasannya tetap harus diawasi.
Sementara, Anggota Baleg DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mengatakan, bahwa hingga saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan raperda KTR tersebut. Namun, dia menegaskan, akan mengakomodir seluruh keinginan dari berbagai kalangan.
"Rapat dengar pendapat, akan kami lakukan, mulai dari produsen rokok, petani tembakau, masyarakat anti rokok, hingga elemen lainnya. Kami akan coba akomodir seluruh pihak, agar raperda ini juga tidak merugikan salah satu pihak," katanya.
Seperti misalnya, lanjut politisi PDI Perjuangan tersebut, bahwa dampak rokok memang membahayakan bagi si perokok aktif maupun pasif. Karena itu, pembatasan tempat merokok harus dilakukan.
Namun, pihaknya juga harus melihat, bahwa rokok juga banyak yang menggantungkan nasibnya dari rokok. Seperti petani tembakau hingga penjual rokok itu sendiri.
"Intinya kami tidak ingin ada diskriminasi atau ada pihak yang dirugikan. Selain melihat dari segi dampak kesehatan, juga melihat banyaknya nasib warga kecil bergantung dengan produsen rokok. Selain juga perlu dilihat, rokok juga sebagai penghasil pajak yang besar melalui cukai," katanya.