Dua saksi ahli pidana banyak menyudutkan Dahlan Iskan
Dua saksi ahli pidana banyak menyudutkan Dahlan Iskan. Terkait praperadilan, Adnan menjelaskan bahwa sebuah perkara hukum tidak serta merta gugur mutlak apabila praperadilan yang diajukan tersangka dikabulkan oleh hakim praperadilan.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebagai termohon praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan, tersangka dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), berupa tanah dan bangunan milik BUMD Provinsi Jawa Timur, menghadirkan dua saksi ahli dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (22/11).
Dua saksi tersebut adalah Adnan Paslyadja, ahli hukum acara pidana dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta dan DR Pujiono SH MHum, dari Universitas Diponegoro Semarang.
Dalam keterangannya, Adnan menjelaskan beberapa hal terkait penyelidikan, penyidikan, perbedaan status tersangka, terdakwa dan terpidana, serta praperadilan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dari penjelasan tersebut, ada yang menarik dari keterangan Adnan, terutama keterkaitannya dengan kasus Dahlan Iskan. Saat, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selaku termohon diwakili Ahmad Fauzi menanyakan mengenai peralihan status seorang tersangka ke terdakwa.
Termohon meminta saksi ahli supaya juga menjelaskan soal dengan gugur atau tidaknya praperadilan ketika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Adnan menjelaskan, kata terdakwa sudah melekat pada seseorang ketika majelis hakim suatu perkara sudah ditunjuk oleh pengadilan. Ketika seperti itu, hakim berhak melakukan pemanggilan "Saat itulah kata terdakwa dipakai kepada seseorang," terang Adnan
Terkait praperadilan, Adnan menjelaskan bahwa sebuah perkara hukum tidak serta merta gugur mutlak apabila praperadilan yang diajukan tersangka dikabulkan oleh hakim praperadilan. Menurutnya, jika suatu waktu penyidik menemikan dua alat bukti baru penyidikan dan penetapan tersangka bisa dilakukan lagi.
"Praperadilan yang dikabulkan oleh hakim tidak serta merta menggugurkan perkara. Jika ada bukti baru, diperbaiki, penetapan tersangka bisa dilakukan lagi," ucapnya.
Sedangkan saksi ahli DR Pudjionolebih banyak memberikan pendapat soal putusan MK. "Hal ini adalah penegakan hukum bukan penegakan Undang-Undang. Jangan sampai korupsi yang menyusahkan masyarakat kecil diganjal penegakan hukumnya hanya dengan praperadilan yang diajukan para tersangka yang notabene mempunyai uang," ujarnya.
Ia juga berharap, jangan sampai hanya melihat faktor-faktor prosedural, akhirnya menghilangkan upaya pencarian kebenaran secara materiil. "Jadi menurut saya, apapun putusan praperadilan, kasus ini seharusnya tetap bisa dilanjutkan," ungkapnya.
Sementara, Indra Priangkasa salah satu tim kuasa hukum Dahlan Iskan mengatakan, meminta semuanya harus menghormati proses jalannya persidangan praperadilan. Apabila, proses penyidikan dan penetapan tidak sah, maka perkara pokoknya itu tidak bisa.
"Sebenarnya berdasarkan putusan MK 102 itu menjelaskan, tentang pengertian pasal 82 ayat 1, gugur setelah perkara diperiksa di pengadilan tingkat pertama. Diperiksa itu dimaknai oleh MK dalam sidang pertama," terang Indra Priangkasa.
"Berbeda dengan dahulu dilimpahkan, kalau dapat nomor registrasi gugur. Sekarang tidak, dilimpahkan dapat registrasi proses mekanisme dibuka, baru gugur," tandasnya.