Elite disebut terima duit e-KTP, Golkar klaim berantas korupsi
Elite disebut terima duit e-KTP, Golkar klaim berantas korupsi. Apalagi, kata dia, sejak reformasi Partai Golkar telah berkomitmen membantu pemerintah untuk memberantas korupsi. Termasuk tidak menyediakan tempat bagi para kader yang terseret kasus korupsi.
Partai Golkar menyatakan tidak akan mengintervensi penegak hukum dalam mengusut kadernya yang diduga terseret kasus korupsi e-KTP. Ketua koordinator bidang politik, hukum dan keamanan Yorrys Raweyai menyadari permasalahan di Pilkada Serentak 15 Februari lalu berkaitan dengan korupsi e-KTP.
Salah satunya, masih banyaknya warga yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP. "Tidak boleh. Kita pasti secara kelembagaan tidak boleh mendukung ini. Karena Anda bisa lihat dalam proses Pilkada ini masih ada masalah tentang e-KTP ini," kata Yorrys di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (10/3).
Apalagi, kata dia, sejak reformasi Partai Golkar telah berkomitmen membantu pemerintah untuk memberantas korupsi. Termasuk tidak menyediakan tempat bagi para kader yang terseret kasus korupsi.
"Saya pikir Golkar punya komitmen pasca reformasi musuh utama bangsa korupsi. Dulu zaman orba ideologi tetapi reformasi itu dari pertama Golkar jadi parpol dari ketum ke ketum komitmen pertama dalam sambutan kita haus berdiri terdepan bersama-sama dengan Pemerintah untuk pemberantasan korupsi," klaim Yorrys.
Yorrys mengakui proyek e-KTP menjadi bahan bancakan dari oknum politisi dan pejabat publik untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Akibatnya, masyarakat yang dirugikan.
"Ini kan implikasi dari masalah perencanaan, pembuatan. Tujuan membuat e-KTP itu bagus tetapi karena ada ya istilah bancaan yang menggelembungkan konspirasi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok sehingga masyarakat yang rugi," tegasnya.
Nama-nama kader yang diduga menerima dana e-KTP diwajibkan untuk hadir memberikan keterangan kepada KPK. Partai Golkar akan mengawal dan mendorong pengusutan kasus dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini agar lebih terbuka dan transparan.
"Itu wajib kalau enggak ada aturan hukum jemput paksa katanya. Kalau saya objektif saja mudah-mudahan itu tidak terjadi tapi kami mendorong proses transparansi terbuka dan siapapun yang bersalah karena ini menyangkut harkat dan martabat negara," pungkasnya.
Mereka yang disebut dalam dakwaan kasus e-KTP menerima uang adalah Ketua Komisi XI Melcias Marchus Mekeng, Anggota Dewan Kehormatan Agun Gunandjar, Wakil Ketua Dewan Pembina Ade Komarudin hingga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.