Fadli Zon curigai Wiranto bocorkan dokumen pemberhentian Prabowo
"Jadi itu adalah suatu tindak pidana, membocorkan rahasia negara," kata Fadli Zon.
Kubu capres Prabowo Subianto angkat bicara soal beredarnya surat rekomendasi pemecatan Pangkostrad Letnan Jenderal Prabowo Subianto dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan Prabowo tidak pernah dipecat.
Sebagai bukti, kata Fadli, mantan Danjen Kopassus itu tetap menerima hak-haknya seperti uang pensiun.
"Sekali lagi Pak Prabowo tidak pernah dipecat. Itu menurut Keppres No.62/ABRI/1998, Pak Prabowo menurut Keppres itu diberhentikan dengan hormat, jasa-jasanya juga diakui dan juga diberikan pensiun. Artinya tidak pernah ada," jelas Fadli Zon di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Senin (9/6).
Dia menduga ada pihak yang dengan sengaja telah membocorkan dokumen penting itu. Soal siapa otaknya, Fadli mengaku tidak tahu. Tapi sepengetahuan Fadli, surat pemberhentian Prabowo saat itu ada brankas Panglima ABRI yang saat itu dijabat Jenderal Wiranto.
"Jadi kalau kemarin itu beredar satu dokumen seolah-olah dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP), itu adalah rahasia negara. Berarti ada yang membocorkan rahasia negara. Kita berharap juga institusi TNI mengusut siapa yang membocorkan dokumen-dokumen, karena itu hanya ada di brankas Panglima ABRI, ketika itu dalam hal ini adalah Pak Wiranto. Jadi itu adalah suatu tindak pidana, membocorkan rahasia negara," bebernya.
Namun, dia menambahkan, secara keaslian, dokumen yang beredar kemarin juga diragukan. "Dokumen itu tidak akurat, yang akurat adalah dokumen akhir yaitu Keppres," tambahnya.
Seperti yang diberitakan kemarin, surat pemberhentian itu ditetapkan tanggal 21 Agustus 1998 oleh DKP yang diketuai Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Kemudian Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono , Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.
Isi surat itu berisi beberapa poin. Terutama soal kesalahan Prabowo menganalisa perintah Kasad saat menghadapi situasi 1998.