Gubernur Sumsel: Kalau tak mampu beli, jangan merokok lagi
Ide menaikkan harga rokok dipercaya menambah penerimaan negara. Namun, pemerintah pusat juga harus cermat.
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin menganggap wacana kenaikan harga rokok Rp 50 ribu merupakan langkah positif. Dirinya merasa cara itu mampu membuat banyak perokok jera dan berhenti merokok1.
"Kalau tidak mampu lagi membeli karena harganya mahal, apa boleh buat, jangan merokok lagi," kata Alex, Selasa (23/8).
Di sisi lain, Alex juga memandang dari segi kesehatan dan anggaran pemerintah Provinsi Sumsel. Selama ini, pihaknya mengklaim harus menanggung biaya besar bagi pasien sakit akibat merokok. Bahkan, anggaran dikeluarkan lebih besar dibanding penerimaan cukai rokok.
"Dari sisi kesehatan, coba bayangkan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengobati orang sakit akibat merokok. Pemerintah yang menanggungnya," ungkapnya.
Secara ekonomi, lanjut Alex, ide menaikkan harga rokok dipercaya menambah penerimaan negara. Namun, pemerintah pusat juga harus cermat mencari langkah tepat. Sehingga kenaikan itu tidak berdampak pemutusan kerja bagi para buruh.
Sebagai daerah yang tidak memiliki industri pengelolaan tembakau, Provinsi Sumsel merupakan salah satu konsumen rokok tertinggi. Ini dilihat dari penerimaan pajak cukai rokok pada triwulan awal mencapai Rp 300 milyar.
Nilai ini tergolong tinggi dengan perokok terbanyak di usia produktif dan jenis konsumsi rokok lokal.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Sumsel, Giri Ramanda mengatakan, seharusnya kenaikan harga rokok dilakukan secara berkala bukan sekaligus. Dirinya yakin pemerintah bakal kembali mengkaji lebih matang rencana tersebut.
"Dilihat dulu sejauh mana kajian pemerintah. Kita perkirakan awal tahun depan baru dilakukan kenaikan cukai rokok berkisar 16 persen," terang Giri.