Haji Lulung: Ini pencitraan jilid kedua Ahok
Konflik antara DPRD dengan Ahok dinilai Lulung sebagai bagian pencitraan mantan mantan Bupati Belitung Timur itu.
Kisruh antara DPRD DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama masih berlangsung. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana menilai ini hanya menjadi bahan pencitraan bagi Ahok. Lulung mencatat, ini sudah kedua kalinya pencitraan dilakukan Ahok.
"Ini pencitraan jilid kedua buat dia (Ahok)," ungkapnya di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3).
Dia menjelaskan, pencitraan pertama yang dilakukan mantan Bupati Belitung Timur itu ketika polemik Undang-Undang yang mengatur pemilihan kepala daerah. Sebab Ahok sempat berseberangan dengan partainya dulu Gerindra.
Politikus PPP ini menambahkan, mantan Bupati Belitung Timur itu akhirnya memutuskan untuk keluar dari partai yang dipimpin Prabowo Subianto.
"Dulu dia keluar (dari Partai Gerindra), itu juga pencitraan hukum," terang Lulung.
Dalam masalah kisruh APBD yang saat ini terjadi, dia mengatakan, pada awalnya mantan politikus Golkar itu menawarkan suatu sistem elektronik yang menjamin manajemen anggaran bisa dilakukan dengan lebih transparan dan akuntabel.
"Namanya e-budgeting. Itu baik. Semua mengapresiasi itu," jelasnya.
Lulung mengatakan, e-budgeting dapat membantu eksekutif untuk merancang anggaran. Namun sesuai undang-undang, rancangan anggaran yang merupakan hasil dari sistem e-budgeting itu tetap harus melalui pembahasan dengan legislatif sebelum disahkan.
Seusai pengesahan itulah timbul masalah. Lulung mengatakan bahwa Ahok tidak mengirimkan dokumen RAPBD DKI Jakarta 2015, sesuai dengan yang telah disetujui oleh DPRD DKI pada rapat paripurna tanggal 27 Januari 2015 ke Kementerian Dalam Negeri.
"Dia membuat pencitraan dengan menabrak undang-undang. Undang-undang mengatur APBD merupakan hasil pembahasan legislatif dan eksekutif. Dokumen yang dia kirimkan itu palsu, bukan hasil pembahasan dengan legislatif. Proses pengesahan APBD ini menjadi cacat prosedur," tutupnya.