Hari-hari menegangkan menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945
Tepat pukul 10.00 pagi bertepat di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur teks proklamasi dibacakan. Lagu Indonesia Raya berkumandang. Berikut ini hari-hari bersejarah dan menengangkan menjelang proklamasi
Tepat 73 tahun Indonesia merdeka, momen sejarah detik-detik proklamasi yang begitu menengangkan perlu dikenang dan diingat. Bagaimana Soekarno dan Hatta serta tokoh kemerdekaan lainnya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Hari demi hari mereka bekerja tanpa kenal waktu sampai akhirnya rakyat Indonesia meresakan kemerdekaan.
Tepat pukul 10.00 pagi bertepat di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur teks proklamasi dibacakan. Lagu Indonesia Raya berkumandang. Berikut ini hari-hari bersejarah dan menengangkan menjelang proklamasi yang merdeka.com rangkum dari berbagai sumber:
-
Apa yang dilakukan masyarakat Indonesia saat tirakatan 17 Agustus? Biasanya, malam tirakatan diisi doa bersama sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, tujuan malam tirakatan juga untuk mengenang jasa-jasa dan mendoakan para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
-
Apa isi dari puisi-puisi 17 Agustus pendek? Puisi pendek tentang 17 Agustus mampu mencerminkan perasaan kebanggaan dan cinta tanah air yang dapat Anda lantunkan pada saaat momen kemerdekaan ini. Dengan menggunakan kata-kata sederhana namun bermakna, puisi-puisi ini berhasil menangkap esensi dari perjuangan, pengorbanan, dan kebebasan.
-
Apa tujuan utama dari kata sambutan ketua panitia 17 Agustus? Selain mengucapkan rasa terima kasih kepada anggota panitia dan warga yang terlibat, kata sambutan 17 Agustus biasanya juga berisi tentang tujuan kegiatan HUT Kemerdekaan.
-
Apa tujuan dari caption 17 Agustus Bahasa Inggris? Menulis caption yang tepat tidak hanya membantu menyebarluaskan semangat kemerdekaan, tetapi juga memperkuat rasa kebanggaan dan cinta tanah air di antara para pengguna media sosial.
-
Kenapa puisi 17 Agustus penting? Selain sebagai bentuk perayaan, puisi-puisi 17 Agustus juga berfungsi sebagai pengingat akan tanggung jawab kita untuk terus menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif.
-
Apa yang diklaim akan dihapus pada 17 Agustus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Berikut narasinya: “1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila, Kanjuruhan berdarah. Rakyat dibunuhi.17 Agustus Hari Kemerdekaan, pertalite dihapus.Rezim Jokowi anti sejarah! Ini penghinaan pada bangsa Indonesia.”
Jepang menyerah kepada sekutu
Pada 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Sementara itu di Indonesia, pada 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Desakan segera memproklamasikan kemerdekaan
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke Tanah Air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Karena itu Bung Karno dan Bung Hatta menolak pengumuman kemerdekaan tanpa bermusyawarah dengan PPKI. Pada 15 Agustus akhirnya pemuda mengadakan pertemuan di kediaman Bung Karno di Pegangsaan Timur Jakarta. Pertemuan itu antara lain dihadiri oleh Subadio, Subianti, Margono, Wikana dan Armansyah. Pokok pembicaraan adalah sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia secepat mungkin diumumkan ke seluruh dunia.
Peristiwa penculikan Soekarno-Hatta
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Pada 16 Agustus 1945 sekitar pukul 21.00 rombongan meninggalkan Rengasdengklok kembali ke Jakarta.
Sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di rumah Bung Karno untuk menurunkan Ibu Fatmawati (Isteri Bung Karno), yang ikut dibawa ke Rengasdengklok. Awalnya, penyusunan naskah Proklamasi direncanakan dilakukan di Hotel Des Indes di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, lantaran anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) banyak menginap di hotel tersebut.
Namun, pihak hotel menolak tempatnya dijadikan lokasi rapat karena terganjal aturan jam malam yang ditetapkan Jepang. Pada titik inilah terjadi kebingungan, sementara waktu terus berjalan. Malam semakin larut. Akhirnya Ahmad Subardjo, penasihat dan anggota PPKI, teringat sahabatnya, Laksamana Muda Tadashi Maeda, perwira Angkatan Laut Jepang yang tinggal di Jalan Meiji Dori No 1 (sekarang Jalan Imam Bonjol) Jakarta Pusat. Segera saja dia menelepon Maeda. Pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda Rapat itu terutama untuk membicarakan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Penyusunan tesk proklamasi
perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebarjo. Di ruang itu, sekitar pukul 02.00 mereka bertiga berembuk dan memikirkan kalimat yang harus ditulis untuk menggambarkan kemerdekaan. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro.
Selesai merumuskan dan menyusun teks proklamasi, Sukarno membawa dan membacakan kepada seluruh orang di ruang depan. Sukarno membacakan berulang-ulang dan pelan-pelan.
"Keadaan yang mendesak telah memaksa kita mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing," ucap Soekarno.
Namun, karena ketiadaan mesin tik di rumah itu, asisten Maeda bernama Satzuki Mishima pergi ke kantor perwakilan militer Jerman untuk meminjam mesin tik. Dengan mesin itulah Sayuti Mellik mengetik teks Proklamasi di sebuah ruangan dekat dapur. Pengetikan ditemani BM Diah, jurnalis dan tokoh pemuda.
Di ruang pengetikan Sayuti mengganti kata 'tempoh' menjadi 'tempo'. Atas usul Soekarno dan Hatta juga, Sayuti mengganti kalimat 'wakil-wakil bangsa Indonesia' menjadi 'atas nama bangsa Indonesia'. Rapat juga menyetujui supaya proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan pada pukul 10.00 esok hari pada 17 Agustus 1945.
Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan
Soekarno membawa naskah ketikan itu ke ruang depan. Di sana, Soekarno mengusulkan semua yang hadir untuk bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakil bangsa Indonesia. Usul itu didukung Hatta dengan mencontoh Declaration of Independence ala Amerika Serikat.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun dia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Istana Merdeka.