Hidup di gubuk reot, pasutri ini akhirnya ditemui Bupati Jembrana
Di hadapan bupati, mereka tidak minta pembangunan bedah rumah dan sembako melainkan ingin ikut program transmigrasi.
Dengan berlinang air mata Ketut Sareng (65) bersama istri dan anaknya yang gangguan cacat mental, dikunjungi Bupati Jembrana I Putu Artha. Maklum lebih dari 11 tahun pasangan kakek nenek ini tak pernah tersentuh oleh pemerintah.
Di hadapan bupati, mereka tidak minta pembangunan bedah rumah dan sembako. Hanya satu yang diinginkan bisa didaftarkan untuk transmigrasi ke daerah lain.
"11 tahun kami ditanah kelahiran kami sendiri pak, tidak ada yang bisa kami perbuat. Tidak punya apa-apa, kami ingin mencoba untuk transmigrasi," kata Ketut Sareng, mengiba di gubuknya desa Pendem, Jembrana, Bali, Kamis (19/2).
Sareng yang sehari-harinya bekerja sebagai pemulung hidup bersama istrinya Nyoman Runtini dan anaknya yang memiliki gangguan mental.
Bupati Artha mengaku tidak menyangka kalau ada warganya di daerah perkotaan yang tinggal di rumah yang tidak layak dihuni. Dia bermaksud untuk memberikan bantuan bedah rumah, namun pasutri ini ngotot untuk transmigrasi.
"Kalau bedah rumah, ini tanah orang. Kami hanya menumpang, mending transmigrasi saja," pintanya.
Bupati Artha pun berusaha untuk memenuhinya dengan meminta pihak Dinas Desa dan Kecamatan membantu melengkapi segala administrasi dan persyaratan kelengkapan.
"Kalau memang mau dan kuat niatnya untuk transmigrasi, saya minta Kadis Kesosnakertrans untuk memprioritaskan. Begitu juga dinas di kelurahan dan kecamatan. Harus dibantu sampai di mana tujuan daerah transmigrannya," perintah Artha di hadapan para staf yang mendampinginya.
"Nanti saya minta laporannya, ya. Ini saya pantau," imbaunya menegaskan.