Home schooling dan larangan kredit jadi program unggulan Gafatar
Gafatar juga menolak kredit, karena kredit akan mempengaruhi kemandirian ekonomi keluarga.
Home schooling menjadi salah satu program unggulan bagi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Pendidikan berkarakter menjadi terjemahan atas konsep Tri Sakti Bung Karno.
Pendidikan formal dianggap kurang mendukung konsep budi pekerti dan pembentukan jiwa berkarakter. Bahkan lulusan sekolah formal terkadang tidak memiliki output sesuai kebutuhan pasar.
"Tri Sakti itu kemudian diterjemahkan menjadi program lokal mereka, salah satunya home schooling. Program home schooling jadi bagian pendidikan yang berkarakter," kata Djati Kusumo saat ditemui di padepokannya di Desa Biru, Gunungrejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Selasa (12/1).
Djati beberapa kali terlibat dalam beberapa acara Gafatar. Dia setidaknya tiga kali diminta memberikan pidato kebudayaan, yakni di TMII Jakarta, Gresik dan Malang.
Kata Djati, Tri Sakti Soekarno menjadi tujuan besar perjuangan Gafatar yaitu kemerdekaan politik, kemandirian ekonomi, dan pendidikan berkarakter.
"Mereka menawarkan untuk tidak mengandalkan impor. Antar propinsi bisa saling bertukar produk unggulan. Seperti Madura punya garam bisa mensupport propinsi lain. Jawa punya produk lain bisa dibawa ke Madura," katanya.
Gafatar juga menolak kredit, karena kredit akan mempengaruhi kemandirian ekonomi keluarga. Sebuah keluarga yang sudah kredit motor atau mobil, selanjutnya akan mati-matian membayar kreditnya.
"Rela apapun demi membayar angsuran," katanya.
Program ekonomi lainnya adalah arisan dan kegotong-royongan. Semua mengumpulkan uang yang bisa digunakan oleh anggota yang lain.
Pikiran-pikiran itu sepanjang yang diketahui oleh Djati, selama berkomunikasi dengan beberapa orang temannya. Dirinya tidak melihat adanya kesesatan ataupun radikalisme di Gafatar.
"Tidak ada radikalisme, bahkan sangat lembut. Saya datang 3 kali kegiatan," katanya.
Sebagai Budayawan, Djati merasa dekat dengan berbagai golongan, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagai perwujudan nilai luhur harus dijaga sebagaimana yang diamanatkan oleh Presiden Soekarno.
"Gafatar itu salah satu anak ibu pertiwi. Bagian bangsa Indonesia. Kalau ada salah dan kelirunya saya memberi masukan. Gafatar sepanjang pengetahuan kami, sampai detik ini positif lah," katanya.
Djati mengaku tidak banyak tahu tentang Gafatar, namun dirinya meminta pemerintah tidak dengan mudah memvonis sesat atau salah. Bahkan jika memungkinkan diakomodasi sesuai kapasitasnya.
"Pemerintah harusnya mengakomodir aspirasi anak negeri. Saya tidak berhak mengomentari, itu dibubarkan atau tidak," katanya.