Hati-Hati, Program Makan Siang Gratis Bisa Gagal Total karena Faktor Ini
Konsep makan siang gratis untuk anak sekolah adalah kebijakan yang sudah lazim di berbagai negara. Namun perlu kehati-hati.
Santer menjadi perbincangan bahwa pembiayaan akan diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Hati-Hati, Program Makan Siang Gratis Bisa Gagal Total karena Faktor Ini
Hati-Hati, Program Makan Siang Gratis Bisa Gagal Total karena Faktor Ini
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Feriyansyah meminta kepada TKN 02 untuk memperjelas mengenai rencana pembiayaan program makan siang gratis untuk anak sekolah.
Santer menjadi perbincangan bahwa pembiayaan akan diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Feri meminta TKN 02 melakukan dialog terbuka secara objektif, jujur, dan transparan dengan masyarakat sipil dan akademisi.
"Bagi siswa Indonesia ini kabar baik karena ada jaminan mereka pasti mendapatkan makan di sekolah. Namun ini adalah janji dari pasangan Calon Presiden yang belum dinyatakan menang oleh KPU," katanya, Minggu (3/3).
Dia menuturkan, konsep makan siang gratis untuk anak sekolah adalah kebijakan yang sudah lazim di berbagai negara. Namun perlu kehati-hatian dan jangan dilakukan dengan gegabah.
“Kita perlu memperhatikan negara-negara yang sudah menerapkannya dan menghindari masalah-masalah yang potensial dari kebijakan makan siang gratis di sekolah. Harus hati-hati dan tidak gegabah,” ujarnya.
Semisal di India, program makan siang gartis ini menjadi sukses menurunkan angka stunting hinggai 22 persen dalam 11 tahun. PDB perkapita dari USD 442 menjadi USD 2.238, dan pertumbuhan PDB dari 0,24 persen menjadi 9.05 persen.
"Belajar dari India, makan siang gratis tidak sebatas program jangka pendek, namun menjadi hak konstitusional yang melekat pada anak usia sekolah. Mahkamah Konstitusi di India memberikan mandat kepada siapapun perdana menteri dan gubernur di India bahwa makan siang gratis harus terus dijalankan dengan kandungan 300 kalori dan 8-12 gram protein," tegasnya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah teknis, kesiapan fasilitas penunjang seperti cafetaria dan pengawasan standar gizi untuk tiap sekolah. Berkaitan dengan ini maka harus ada koordinasi Dinas Kesehataan, BPOM, dan Pemda setempat.
Dia juga mengingatakan bahwa program semacam ini juga bisa gagal seperti yang terjadi di Amerika Serikat awal tahun 2020. Program makan siang gratis di sekolah gagal bukan karena pandemi, tapi karena para siswa tidak mengambil jatah makan siang gratis.
"Ternyata label makan siang gratis hanya untuk orang miskin, membuat anak-anak memilih tidak makan dan program ini ditutup di beberapa sekolah. Tentunya ini harus bisa kita hindari jika program ini dijalankan nanti," ujarnya mengingatkan.
Dengan segala pertimbangan, maka menurutnya kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan kondisi lapangan. Misal di negara Uni Eropa, penerapannya berbeda-beda. Belanda dan Denmark tidak menerapkannya dan tidak masalah untuk mereka.
Yang menerapkan makan siang gratis seperti negara Finlandia, Estonia, Swedia, Latvia, dan Lithuania. Namun masing-masing negara tersebut berbeda pendekatannya.
Misal Finlandia, menemukan bahwa pada akhir pekan anak-anak kurang asupan gizi sehingga setiap hari senin ada 20 persen tambahan dari pada hari lain.
"Jadi rencana program ini tidak bisa didiskusikan serampangan, tanpa mengkalkulasikan mulai dari sumber anggaran, teknis, produksi, skema distribusi, partisipasi publik dan sebagainya," pungkasnya.