ICW: Dana kampanye pilpres, Prabowo Rp 166 M dan Jokowi Rp 312 M
ICW menyebutkan ada dua penyumbang fiktif untuk pasangan Prabowo-Hatta, dan tiga pihak ke Jokowi-JK
Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis hasil kegiatan monitoring dan pemantauan Pilpres 2014. Fokus utama ICW adalah menyoroti masalah pengelolaan dana kampanye pilpres bagi masing-masing pasangan capres dan cawapres.
Koordinator monitoring anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, sehatnya proses demokrasi bisa dimulai dari penyelenggaraan pemilu yang transparan dalam aspek pendanaannya.
Namun Firdaus menyayangkan kenyataan yang ada, di mana sejak masa kampanye, banyak pengelolaan dana kampanye peserta pilpres yang tidak transparan dan akuntabel.
"Total dana kampanye pasangan Prabowo-Hatta mencapai Rp 166,6 miliar, sementara pasangan Jokowi-JK sekitar Rp 312 miliar. Yang menjadi permasalahan adalah, apakah sumber dana ini wajar?" kata Firdaus di diskusi publik bertema 'Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pemilu Presiden', di sebuah hotel, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (15/12).
Dalam temuan ICW, Firdaus mendapati sejumlah kenyataan mengenai ketidakterbukaan sumber dana kampanye dari masing-masing capres. Dirinya bahkan menjabarkan sejumlah data hasil temuan kajiannya, mengenai asal muasal sumber dana kampanye yang dimaksud tersebut.
"Data yang ada di kami itu menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen sumber dana bagi kedua pasangan capres itu, berasal dari pihak ketiga, yang dalam hal ini merupakan sumber dana dari perseorangan. Lalu berdasarkan 97 persen sampling dari kedua pasangan, kami temui ada sekitar 5,2 persen penyumbang dana yang fiktif, karena tidak ada kejelasan identitas penyumbang dana-dana tersebut," ujar Firdaus.
"Penyumbang dana kampanye yang fikif itu di antaranya adalah 2 pihak penyumbang bagi pasangan Prabowo-Hatta, dan 3 pihak penyumbang bagi pasangan Jokowi-JK," katanya menambahkan.
Diskusi publik garapan ICW ini juga menghadirkan beberapa pihak lain, yaitu KPU, Bawaslu, Polri, Dirjen Pajak, PPATK, dan Burhanuddin Muhtadi sebagai pengamat politik.
Sampai sesi kedua diskusi, ada sejumlah narasumber yang berhalangan hadir, sehingga pemaparan dilanjutkan oleh narasumber lain yang sudah siap menyampaikan temuannya pada pilpres lalu, seperti dari PPATK dan pihak Polri.