IDI Ingatkan Bahaya Hoaks Bisa Lebih Mematikan dari Covid-19
Mahesa mencatat, hingga hari ini masih ada saja masyarakat dan bahkan tenaga kesehatan yang tidak percaya COVID-19.
Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mahesa Paranadipa mengingatkan bahaya hoaks kesehatan terutama mengenai COVID-19 yang bisa berdampak lebih mematikan dibanding virus.
"Penyebaran informasi palsu terkait COVID-19 lebih cepat dari penularan virus itu sendiri. Dampaknya (hoaks) justru lebih mematikan dari virus itu sendiri. Karena itu bisa dibayangkan orang-orang yang masih tidak percaya adanya COVID-19, tidak percaya penanggulangan yang kita lakukan hari ini berdampak luar biasa," ujar dia dalam konferensi pers daring dilansir Antara, Selasa (27/7).
-
Kapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi terbentuk? Tepat pada 24 Oktober 1950, IDI secara resmi mendapatkan legalitas hukum di depan notaris.
-
Mengapa video tentang Mahfud MD dan DPR disebut hoaks? Video yang mengeklaim Mahfud dan DPR bongkar kebusukan hakim di Pilpres adalah hoaks karena narasi yang disampaikan dalam video tidak relevan dengan judul video.
-
Bagaimana Gatotkaca dari Sukoharjo melawan hoaks? Danar mengatakan, tempat paling tepat untuk menanyakan kebenaran terkait berita yang mereka peroleh adalah tempat di mana mereka menuntut ilmu, seperti melakukan diskusi atau sharing dengan guru terkait berita yang mereka dapatkan.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Mahesa mencatat, hingga hari ini masih ada saja masyarakat dan bahkan tenaga kesehatan yang tidak percaya COVID-19. Menurut dia, ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi semua orang, tidak hanya pemerintah dan tenaga medis di tengah upaya penanggulangan penularan COVID-19.
Pada 22 Juli lalu saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat temuan isu hoaks COVID-19 mencapai 1786 dengan total sebaran 3499. Informasi palsu ini tersebar di beberapa media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube. Sementara pada hari sebelumnya, hoaks yang tercatat sekitar 1780 dengan sebaran sebanyak 3925.
Menurut Mahesa, peran masyarakat sipil (civil society) menjadi penting untuk memberantas hoaks kesehatan terutama terkait COVID-19.
Di sisi lain, dia mewakili IDI berharap masyarakat bisa semakin terbuka pemahamannya dan pada akhirnya mampu disiplin menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan terkena penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.
"Peran dari civil society kita harapkan bisa bersama-sama memerangi hoaks kesehatan terutama terkait COVID-19. Kami berharap masyarakat lebih terbuka lagi pemahamannya terkait situasi hari ini dan pemahaman terbuka kita harapkan menghasilkan penanggulangan yang lebiih baik lagi ke depan, masyarakat lebih disiplin," tutur Mahesa.
Baca juga:
Polisi Kantongi Identitas Perekam Video Wanita Pakai APD Jual Surat Tes Usap di Bus
Polisi Sebut Narasi Wanita Pakai APD Jual Surat Tes Usap Tak Sesuai Fakta di Lapangan
Demo Jokowi End Game Batal, Kapolda Metro Apresiasi Masyarakat Tak Terprovokasi Hoaks
CEK FAKTA: Foto Jenazah Covid-19 Terbungkus di Papua Hoaks, Ini Faktanya
CEK FAKTA: Tidak Benar RS di Bekasi Terima Vaksin Covid-19 Palsu, Ini Faktanya