Imparsial minta Presiden Jokowi hapus kebijakan hukuman mati
Rencana eksekusi terpidana mati gelombang ketiga dianggap menunjukkan tidak adanya komitmen terhadap HAM
Kejaksaan Agung berencana melakukan eksekusi mati terpidana narkoba gelombang ketiga dilakukan tahun ini. Bahkan, anggaran untuk eksekusi terpidana mati perkara narkotika ini sudah disiapkan dan masuk dalam APBN 2016.
Direktur Imparsial Al Araf menilai adanya rencana eksekusi terpidana mati gelombang III oleh Kejaksaan Agung menunjukkan pemerintahan Jokowi tidak belajar dari kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut dia, eksekusi mati merupakan persoalan serius yang harus dihentikan dan segera dihapuskan.
"Jika eksekusi terpidana mati kembali dilakukan oleh Kejaksaan Agung ini semakin mengukuhkan bahwa pemerintahan Jokowi tidak ada bedanya dengan pemerintahan sebelumnya, yakni tidak memiliki komitmen terhadap HAM," ujar Al Araf di kantornya, Jakarta, Minggu (1/5).
Oleh karenanya, pihaknya mendesak Presiden Jokowi dapat memerintahkan Jaksa Agung untuk tidak melakukan eksekusi terpidana mati gelombang ketiga. Selain itu, langkah lain yang sangat penting dan harus dilakukan adalah presiden segera mengeluarkan kebijakan moratorium eksekusi mati dan mendorong penghapusan penerapan hukum mati secara menyeluruh di Indonesia.
"Pemerintah semestinya memperhatikan dinamika di tingkat internasional soal isu hukuman mati. Sebagaian besar negara di dunia sudah menghapus hukuman mati," jelas dia.
Sebagai catatan, pada akhir 2015 tercatat 102 negara telah menghapus secara total hukuman mati. 6 Negara yang mempertahankan hanya untuk kejahatan serius, 32 negara moratorium dan yang menerapkan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan masid di 58 negara, termasuk Indonesia.
Sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo mengatakan, koordinasi dengan instansi lain sudah dilakukan untuk eksekusi. "Tapi, waktunya (eksekusi) belum ditentukan," ujar Prasetyo di Kejagung, Jumat (29/4).