IPW minta Jokowi copot Jaksa Agung dan Menkum HAM
"Jaksa Agung jadi prioritas & Menkum HAM patut dievaluasi karena kasus di masyarakat seakan tidak dikontrol," ujar Neta.
Pasca reshuffle jilid satu, desakan reshuffle jilid dua terus bergulir. Puluhan nama menteri kabinet kerja disebut layak dilengserkan oleh Presiden Joko Widodo. Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) tidak luput dari deretan nama yang beredar.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menkum HAM Yasonna Laoly layak dicopot. Desakan pencopotan Jaksa Agung berpacu dari kasus deponering dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Sementara desakan terhadap pencopotan Yasonna bermula dari polemik pencalonan Budi Gunawan sebagai Wakil Kepala Kepolisian RI, menghilangkan aturan pengetatan pemberian remisi bagi terpidana korupsi, dan puncaknya berencana merevisi Undang-Undang KPK.
"Penegakan hukum di pemerintahan Jokowi masih kacau, Jaksa Agung jadi prioritas (reshuffle) dan Menkum HAM patut dievaluasi karena kasus di masyarakat seakan tidak dikontrol," tegas Neta dalam dialog publik Perhimpunan Kedaulatan Rakyat (PKR) dengan topik Reshuffle Kabinet; Mengembalikan Kepercayaan Publik di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (14/2).
Neta menuturkan, wacana reshuffle sudah menggelinding beberapa bulan yang lalu, namun hingga saat ini belum terjadi. Reshuffle jilid dua dinilai bisa menormalkan kembali kegaduhan yang terjadi akhir-akhir ini.
Terhadap presiden, Neta menegaskan perlu ada perbaikan sikap serta penataan yang baik. Hal ini karena desakan pencopotan Jaksa Agung bermula saat dirinya memerintahkan untuk menghentikan kasus eks pimpinan KPK.
"Intinya sebagai presiden harus jadi pembina hukum bukan predator hukum, jangan intervensi pada hukum," tegas Neta.
Jika tidak ada evaluasi terhadap kasus mantan pimpinan KPK, Neta mengkhawatirkan akan ada intervensi kemudian yang akan dilakukan Jokowi. Karenanya antara jajaran menteri dan Presiden perlu ada perbaikan.
"Kasus Novel itu ada intervensi, kasus kecil itu saja diintervensi apalagi kasus besar. Makanya harus jadi pembina hukum," tutup dia.