Jadi pengacara, Priscillia tetap jadi WNI meski 20 tahun di Amerika
Dia sudah 20 tahun di Amerika. Namun, dia tetap menjadi seorang WNI.
Menjadi orang-orang yang sukses di negeri lain atau diaspora adalah suatu pilihan bagi seseorang. Namun, rasa nasionalis mereka akan tetap dipertanyakan, apakah akan membawa nama Indonesia menjadi harum di negeri orang, atau justru tetap mencintai Tanah Air dengan tidak meninggalkan kultur dan jati diri sesungguhnya.
Priscillia Sundah Suntoso, seorang pengacara imigrasi merupakan salah satu diaspora yang tetap nasionalis dengan tidak mengganti kewarganegaraannya, meski sudah 20 tahun tinggal di Amerika. Bukan hanya itu, Priscillia juga membawa nama harum bangsa dengan menjadi orang Indonesia pertama yang diizinkan untuk beracara di Mahkamah Agung AS.
"Saya lawyer di Amerika dan punya kantor disana. Saya sudah praktik selama 12 tahun. Saya sendiri di sana sudah 20 tahun dari tahun 1995. Tapi saya tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesia. Karena alasan pribadi saya dan suami saya mempertahankan kewarganegaraan Indonesia," kata Priscillia dalam Kongres Diaspora Indonesia di gedung Bidakara Convention Centre, Rabu (12/8).
Awalnya, Priscillia hanya menjalankan studi hukum di Boston, Amerika. Hingga akhirnya, dia memilih untuk bekerja sebagai pengacara di Amerika.
Perbedaan kultur dan ritme kerja antara Amerika dan Indonesia adalah salah satu faktor mengapa dia memilih untuk bekerja di sana. Menurutnya, bekerja di Amerika akan lebih efektif dan tepat waktu jika dibandingkan dengan bekerja di Indonesia.
"Terkadang di sini masih belum bisa tepat waktu. Itu yang sedikit demi sedikit akan berdampak ke produktifitas dan cara berpikir. Jadi saya lebih merasa cocok untuk kerja di Amerika. Kalau di Amerika anda dikenal karena anda punya hasil yang profesional tapi kalau di Indonesia mungkin Anda harus profesional dan kenal banyak orang," imbuhnya.
Meski begitu, Priscillia tetap tidak melupakan kultur Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam lingkungannya, dia mengajarkan para tetangganya untuk saling mengenal satu sama lain.
"Saya lama di Boston itu mencoba mengajari tetangga untuk saling kenal. Dan percaya atau tidak, setelah 10 tahun saya meninggalkan Boston itu tetangga masih kenal kita. Itu kita perkenalkan kultur indonesia di situ," jelas wanita beranak satu ini.
Selain itu, Priscillia juga sering memberikan cinderamata dari Indonesia kepada orang-orang terdekat. Namun, dia tidak ingin memberi baju atau pakaian lainnya karena alasan teknis.
"Kalau baju kurang efektif, karena butuh usaha bagi orang sana untuk menggunakan barang tersebut. Walau memang sangat efektif buat kampanye Indonesia, tapi soal teknis yang mereka masih pakai mesin cuci itu kurang efektif," ungkapnya.
Dia mengungkapkan ada banyak hal yang membuat dirinya selalu rindu akan Tanah Air, yaitu kuliner dan keluarga. Menurutnya, setiap orang yang bermigrasi di negara lain akan mengorbankan segalanya, termasuk meninggalkan keluarga.
"Jauh dari keluarga, jauh dari orang tua, masuk ke lingkungan baru. Kalau UUD dwi kewarganegaraan disahkan itu akan sangat membantu karena kita bisa mengurus orangtua tanpa menggunakan visa. Karena tidak semua negara pakai visa. Ada teman saya imigran gelap dan ayahnya meninggal tapi dia ga bisa balik lagi. Jadi gimana?" pungkasnya.