Jadi tersangka, Denny Indrayana masih merasa tidak bersalah
Denny mengaku siap menghadapi pemeriksaan.
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka kasus korupsi Payment Gateway Imigrasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menanggapi penetapan status hukum, Denny mengaku sudah menyiapkan tim pengacara.
Menurut Denny ada lebih dari sekitar 40 pengacara berdiri di belakangnya buat melakukan advokasi. "Insya Allah saya siap. Saya dan keluarga sudah menyadari bahwa ada konsekuensi-konsekuensi perjuangan untuk Indonesia yang lebih bersih," kata Denny pada wartawan usai menjadi pembicara dalam diskusi di Universitas Gadjah Mada, Rabu (25/3).
Denny masih ngotot tidak melakukan perbuatan disangkakan polisi. Dia menyatakan proyek itu dijalankan buat memberikan pelayanan publik lebih baik. Menurut dia, tujuan dari Payment Gateway itu supaya memudahkan orang membayar paspor.
"Kami ingin supaya pelayanan ini bebas dari korupsi, percaloan. Coba tanya ke masyarakat yang sudah membuat paspor, apakah ada perubahan atau tidak dalam pelayanan, nanti biar publik yang menilai," ujar Denny.
Deny disangka korupsi dan merugikan negara sebesar Rp 32,4 miliar dalam proyek itu. Dia juga dituding melakukan pungutan liar sebesar Rp 605 juta dalam proses payment gateway. Uang itu merupakan kutipan pembuatan paspor melalui sistem Payment Gateway dicetuskan Denny. Sayangnya kutipan Rp 5.000 buat jasa bank tidak memiliki dasar hukum dan diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan.
Sementara itu Deputi Direktur bidang Riset, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis FEB UGM, Rimawan Pradiptyo membela Denny. Dia menilai, dari kacamata ekonomi biaya sebesar Rp 5.000 buat jasa Payment Gateway adalah wajar. Biaya itu menurut dia semacam retribusi parkir.
"Itu wajar ada biaya, karena sistem Payment Gateway memang ada biaya, kan ada mesinnya. Dari sisi lain itu Rp 5.000 itu manfaatnya banyak, orang tidak perlu antre lima jam di kantor pos. Cukup dari rumah bayarnya beres. Kalau Anda PNS dan antre lima jam untuk bayar PNBP, itu kerugian negara karena waktu produktif habis untuk antre," kata Rimawan.