Janji Akomodir Masukan Soal Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Kemenkes Akui Penting Libatkan Buruh
Buruh merasa selama ini aspirasinya tidak didengar hingga memicu demo ratusan massa di Kemenkes.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan komitmen untuk menampung aspirasi terkait penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) kemasan rokok polos tanpa merek.
Dalam pernyataannya, Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih menyampaikan, komitmennya untuk melibatkan berbagai pihak yang terdampak, terutama para buruh, dalam proses penyusunan kebijakan tersebut ke depannya.
- OSO: Rekam Jejak Pramono-Rano Sudah Diketahui, Rakyat DKI Enggak Bisa Dikibulin Lagi Soal Pemilu
- Tak Setuju Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos, Pekerja Ancam Bakal Turun ke Jalan
- Janji Tidak Cawe-Cawe, Ketua MK Bakal Proses Sengketa Hasil Pilpres 2024 dalam 14 Hari
- Momen Kocak Anies-Cak Imin Simulasi Tanya Jawab Jelang Debat Cawapres
Sebagai bentuk transparansi dan keterbukaan, Benget menegaskan hal ini bukan sekadar janji, melainkan komitmen nyata yang akan diwujudkan.
Melalui kerja sama yang erat dengan pemangku kepentingan, pihaknya akan memastikan bahwa RPMK disusun dengan memperhatikan berbagai masukan dari lapangan. Penyusunan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang adil bagi mereka yang terkena dampak langsung.
"Terima kasih untuk teman-teman, sesuai kesepakatan bersama kami sangat menerima aspirasi dan akan melibatkan bapak ibu pekerja dan buruh dalam penyusunan RPMK. Karena kami melihat buruh ikut terdampak, kita akan bersama-sama menyusun, ini bukan janji tapi ini akan kita laksanakan," ujar Benget saat menerima audiensi ribuan aksi massa buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI).
Sebelumnya, ribuan buruh dan pekerja tembakau dari berbagai daerah yang tergabung dalam serikat FSP RTMM SPSI melakukan unjuk rasa di Kemenkes untuk mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sekaligus membatalkan aturan turunannya, yakni RPMK Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang mensyaratkan dihilangkannya logo, warna, ataupun fitur pembeda lainnya pada kemasan rokok.
Para buruh menegaskan bahwa kedua beleid itu sangat membebani para pekerja dan telah menyebabkan banyak dari mereka kehilangan pekerjaan. Para buruh dan pekerja mendesak agar pemerintah tidak membuat regulasi yang semakin menyulitkan para buruh di tengah situasi pelik saat ini.
Buruh Merasa Tak Pernah Ditanggapi
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan bahwa aksi penyampaian pendapat ini merupakan langkah kesekian yang ditempuh para buruh dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja yang terancam kehidupannya akibat adanya pasal-pasal restriktif inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui PP 28/2024 maupun RPMK.
Langkah untuk turun ke jalan ini bagi Sudarto merupakan imbas dari upaya para pekerja dan buruh tembakau yang telah berulang kali mengirimkan surat dan mengajukan permohonan audiensi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), namun tidak mendapatkan respons.
Upaya untuk berdialog yang telah diajukan sejak lama tidak pernah mendapatkan tanggapan, meski pihaknya berharap adanya komunikasi terbuka dengan Kemenkes.
Karena ketidakmampuan untuk berkomunikasi melalui jalur resmi, Sudarto bersama ribuan buruh dan pekerja tembakau yang tergabung dalam RTMM SPSI akhirnya turun ke jalansebagai bentuk protes atas kurangnya tanggapan dari pemerintah.
“Kami sudah berkali-kali mengirim surat, mencoba audiensi, bahkan meminta pemerintah untuk berdialog, tapi semuanya tidak direspons. Karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk turun ke Jakarta,” ujar Sudarto.
Meski telah mendapat komitmen dari Kemenkes untuk melibatkan buruh, Sudarto tetap akan mengawasi perkembangan dari perumusan beleid tersebut.
Berdasarkan hasil audiensi dengan Kemenkes di tengah-tengah aksi, Sudarto mendapatkan informasi bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek sendiri merupakan aturan yang dibuat untuk melihat reaksi publik maupun industri rokok itu sendiri.
Sementara itu terkait dengan aturan zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024 nantinya akan ada pembahasan lebih lanjut.
"Kami akan tetap mengawasi dan menagih janji dari pihak Kemenkes yang akan melibatkan buruh dalam pembahasan RPMK ke depannya," ujar Sudarto.