Jaringan pembuat KTP palsu untuk mengurus BPKB dibongkar polisi
Dokumen palsu buatan para tersangka ini digunakan untuk prasyarat pengurusan surat-surat kendaraan (BPKB).
Jaringan pembuat kartu identitas penduduk (KTP) di Kota Surabaya, Jawa Timur, dibongkar Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya. Dokumen palsu buatan para tersangka ini digunakan untuk prasyarat pengurusan surat-surat kendaraan (BPKB).
Per hari, para tersangka mampu meraup keuntungan antara Rp 200 hingga 300 ribu rupiah. Para pelaku warga Surabaya yang berhasil diamankan adalah; Agus (41), warga Bulak Cumpat; Sutrisno (39) warga Menur dan Rahmad alias Cak Mad (42), warga Simokerto.
Menurut Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sumaryono, ketiga pelaku ini biasa beroperasi di Samsat Surabaya Utara dan Surabaya Timur.
"Untuk tersangka AG (Agus) bertindak sebagai penerima order atau pembuat KTP Palsu. Sedang ST (Sutrisno) dan CM (Rahmat) sebagai otak atau pencari order di Kantor Samsat di Surabaya," kata Sumaryono di Mapolrestabes Surabaya, Senin sore (15/9).
Modus operandinya, masih kata Sumaryono, kedua tersangka yakni Sutrisno dan Rahmat mencari orang yang butuh jasa pembuatan KTP palsu di Samsat. "Biasanya, masyarakat yang melakukan pengurusan STNK dan BPKB, prasyaratnya kurang dan tersangka menyediakan jasa pembuatan KTP."
Identitas KTP itu sesuai dengan pesanan si pemesan dan menggunakan foto orang lain. Per KTP, tersangka menghargai Rp 50 ribu.
"Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata KTP-KTP yang digunakan untuk pengurusan surat-surat kendaraan ini palsu. Dari pengakuannya, setelah surat kendaraan selesai, KTP dikembalikan lagi dan oleh tersangka di bakar," ujarnya menegaskan.
Ditanya apakah KTP-KTP ini juga digunakan para pelaku maupun pemesan untuk kejahatan lebih besar, pihak kepolisian belum berani memastikan. "Kita masih melakukan pengembangan. Saat ini, baru terindikasi hanya untuk pengurusan surat-surat kendaraan di Kantor Samsat Surabaya," katanya.
Sementara itu, di hadapan penyidik, para tersangka mengaku baru menjalani profesi ilegalnya itu. "Saya baru kok. Setiap hari saya dapat antara Rp 2 ribu sampai 25 ribu rupiah per KTP. Kalau setiap hari bisa sampai Rp 200 sampai 300 ribu rupiah," ujar Rahmat.
Selanjutnya, ketiga tersangka akan dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat.