Jasa penukaran uang di pinggir jalan haram!
Dalam ajaran Islam penukaran uang harusnya sama dan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan.
Fenomena jasa penukaran uang di pinggir jalan jelang Idul Fitri banyak terjadi di hampir beberapa kota, tak terkecuali Kota Bandung. Meski namanya penukaran, namun tetap saja dikenakan biaya tambahan demi keuntungan.
Apa kata Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan fenomena tersebut? Mereka melihat kondisi ini haram. Sebab, uang merupakan alat tukar bukan diperjualbelikan.
"Sebetulnya dalam Islam itu merupakan alat tukar. Bukan komoditas yang diperjualbelikan. Jadi kalau dibiarkan bisa haram hukumnya. Karena uang hanya peruntukan sebagai alat tukar bukan diperjual belikan," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar di kantornya, Senin (20/6).
Adanya kegiatan penukaran uang dengan tidak sesuai jumlahnya adalah riba. Sebab, dalam ajaran Islam penukaran uang harusnya sama dan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan.
"Nah, yang salah itu yang di pinggir jalan. Yang dimasalahkan adalah kelebihannya," ujarnya.
Dia meminta pada masyarakat untuk bisa memanfaatkan fasilitas penukaran uang yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Apalagi BI memberikan layanan penukaran tanpa adanya penambahan jumlah uang.
"Kalau butuhkan bisa di BI tanpa ada kelebihan nilai. Kalau yang di jalan, kan ini Rp 100 ribu jadi Rp 110 ribu, Rp 200 ribu jadi Rp 220 ribu ini tidak boleh. Uang itu hanya sebagai alat tukar," ungkapnya.
MUI Jabar tak bosan-bosan memberikan imbauan pada Pemerintah Daerah untuk tidak abai terhadap transaksi tersebut. "Kalau pemerintah abai. ini akan terjadi dampak negatif. Kami tidak bosan imbau pada BI dan pemerintah untuk dibatasi. Jangan sampai ada jual beli di jalan-jalan gitu," terangnya.
Jasa penukaran uang di Kota Bandung ini memang mulai marak dua pekan jelang Idul Fitri ini. Jasa penukaran non resmi ini menjajakan uang baru di pinggir jalan, seperti di Jalan Merdeka, dan Braga.