Jenderal Bintang Dua Pernah Dinas di Densus Itu Kini Raih Gelar Doktor Ilmu Kepolisian
Pati yang kini menjabat Staf Khusus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum ini dinyatakan lulus dalam sidang terbuka promosi doktor
Pati yang kini menjabat Staf Khusus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum ini dinyatakan lulus dalam sidang terbuka promosi doktor
- Jenderal Bintang 2 Polisi Ceritakan Perjuangan Raih Gelar Doktor, Kuliahnya Sampai 5 Tahun
- Jenderal Polisi Eks Ajudan Wapres Raih Gelar Doktor, Ungkap Perjuangan Panjang Penuh Tantangan
- Mahalnya Jurusan Kedokteran, Komisi X DPR: Satu Alphard untuk Bayar Biaya Gedung Belum UKT
- Momen Jenderal Polisi 'Bersahaja' Lulus S3, Kini Bergelar Doktor Bintang 1
Jenderal Bintang Dua Pernah Dinas di Densus Itu Kini Raih Gelar Doktor Ilmu Kepolisian
Irjen Herry Heryawan resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Kepolisian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). Perwira Tinggi (Pati) yang kini menjabat Staf Khusus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum ini dinyatakan lulus dalam sidang terbuka promosi doktor di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, pada Senin (4/3/2024).
Herry berhasil mempertahankan disertasi berjudul 'Upaya Pemolisian dalam Menghadapi Kompleksitas Persoalan di Papua: Penguatan Pelibatan Sosial dalam Pemerintahan, Pembangunan, dan Perdamaian'.
Sidang terbuka itu dipimpin oleh Direktur Program Pascasarjana KIK, Brigjen Indarto. Sementara, para penguji terdiri dari Kabaharkam Polri Komjen Muhammad Fadhil Imran, Guru Besar PTIK-STIK Irjen Chrysnanda Dwilaksana, Akademisi sekaligus Anggota DKPP 2022-2027 J. Kristiadi, Dekan FISIP UI Semiarto Aji Purwanto, Guru Besar Unpad Muradi, Guru Besar STF Driyarkara Setyo Wibowo, dan Dosen UI Tony Rudyansyah.
Herry menguraikan persoalan di Papua yang sangat kompleks disebabkan oleh lima akar masalah besar, yakni Hak Asasi Manusia, tantangan kesejahteraan yang belum terselesaikan, diskriminasi dan marginalisasi, diskursus mengenai status politik dan etno-nasionalisme yang terus berkembang di dalam negeri maupun luar negeri, dan kehadiran aparatus di Papua yang masih terlalu besar.
Menurutnya, jika dikaitkan dengan tugas Polri, maka rangkaian permasalahan itu seperti yang ditegaskan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar Polri mengawal pembangunan di Papua secara proporsional.
"Dengan mengedepankan dialog yang humanis kepada masyarakat, namun tegas terhadap kelompok yang mengganggu keamanan dan ketertiban," tutur Herry dalam keterangannya, Selasa (5/3/2024).
Dalam disertasinya, Herry melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Dia pun berhasil menemukan permasalahan yang ada, sekaligus memberikan masukan.
Masukan pertama adalah penekanan kesetaraan dalam penegakan hukum melalui berbagai aturan internal Polri seperti Perkap, maklumat, maupun Perkaba diakui telah mengubah prilaku anggota kepolisian menjadi lebih humanistik dan dialogis.
Kedua, restorative justice yang memungkinkan masyarakat Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan keadilan yang lebih komprehensif dengan berbasis pada kepekaan antropologisnya.
"Ini memberikan ruang yang lebih luas untuk mengurai salah satu akar masalah di Papua, yakni diskriminasi dan marginalitas," jelas dia.
Mantan Dirsidik Densus 88 itu mengatakan, temuan lain yang juga penting adalah berubahnya wajah pelayanan publik di Papua melalui strategi Binmas Noken dan pelayanan kepolisian sehari-hari atau daily service.
Binmas Noken dan daily service berbasis kesetaraan serta akuntabilitas dapat memberikan dampak langsung pada penghentian diskriminasi polisi terhadap OAP, serta menghilangkan perbedaan kualitas layanan antara OAP dan non-OAP.
"Dua dimensi tersebut, secara tidak langsung juga meningkatkan sensibilitas dan pemahaman anggota kepolisian terhadap Hak Asasi Manusia," ungkapnya.
Herry memiliki beberapa rekomendasi untuk Polri, salah satunya perlu memperluas diskursus Pemolisian Demokratis, yang menjangkau isu-isu seperti peran kepolisian dalam perubahan iklim, kebencanaan, serta pengembangan kebudayaan tradisional.
"Hal tersebut menjadi penting mengingat Pemolisian Demokratis dapat menjadi kerangka kerja yang terbuka bagi berbagai masalah sosial di Papua," terang dia.
Sementara itu, Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran memberikan nasihat akademik, yakni untuk selalu memajukan disiplin ilmu yang menjadi titik pijak dalam meraih gelar doktornya dan mengerjakan beban akademis untuk selalu melakukan pengabdian untuk masyarakat luas.
Baginya, polisi tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan teknis dan leadership. Seorang pemimpin Polri yang paripurna harus memiliki background akademis serta knowledge yang memadai selain kemampuan dan kematangan religius.
"Saya selalu bilang kalau mau menjadi pimpinan Polri yang memiliki daya saing dia harus memiliki minimal lima, yakni memiliki kemampuan teknis, leadership, kematangan religius, kemudian knowledge komunikasi yang baik, dan jaringan sosial yang kuat," kata Fadil.