Jokowi diminta buka identitas bos perusahaan pembakar lahan
"Saya kira Jokowi tak punya sawit, karena dulu pengusaha mebel. Penting presiden membuka supaya tak ada fitnah."
Kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan hingga saat ini masih terjadi. Pemerintah kelabakan untuk mengatasi kabut asap tersebut, bahkan kebakaran lahan dan hutan terus merembet ke daerah lain seperti Sulawesi dan Papua.
Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk bersikap tegas menindak perusahaan-perusahaan pembakar lahan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya diminta untuk mengumumkan perusahaan-perusahaan secara terang-terangan ke publik agar dapat sanksi.
"Dibuka owner siapa-siapa perusahaan itu, sesungguhnya, yang harus diaudit itu owner sesungguhnya. Yang punya data untuk itu tentu PPATK, aliran dana perusahan A kemana saja, kedua bursa efek, harus dilihat, aktivis lingkungan tak bisa masuk ke sana. Kalau misalnya Sinar Mas, berapa juta hektar Sinar Mas, di atas kertas 2 juta hektar, kemudian Astra berapa juta punya Astra, Wilmar, Sampurna, Bakrie, Luhut Binsar Pandjaitan punya enggak sawit? mereka punya kuasa, kekuatan politik," kata Chalid dalam sebuah diskusi bertajuk 'Hentikan Indonesia jadi Tanah Asap Beta!' di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/10).
Menurut Chalid, pemilik perusahaan-perusahaan yang membakar lahan dan hutan patut untuk diumumkan.
"Saya kira Jokowi tak punya sawit, karena dulu pengusaha mebel. Penting presiden membuka supaya tak ada fitnah. Seolah-olah tampil dipublik anti pembakaran tapi di belakang," tambahnya.
Chalid menjelaskan, sebagian besar kebakaran yang terjadi lantaran sengaja dibakar oleh perusahaan-perusahaan yang ingin menanam tanaman industri seperti kelapa sawit. Berdasarkan data yang dia terima, masyarakat adat setempat justru kemungkinan kecil sekali dalam pembakaran lahan dan hutan jika dibandingkan oleh perusahaan.
"Data yang dikeluarkan banyak kalangan, apakah Walhi, masyarakat itu menunjukkan kontribusi pembakaran oleh msyarakat adat sangat kecil, enggak sampai 0, sekian persen dibanding hotspot tanaman industri. Ini menunjukkan kebakaran masif terjadi perusahan skala menengah besar," kata dia.
Chalid membeberkan, dalam skala menengah, lahan yang dimiliki orang per orangan merupakan bagian dari jaringan industri perusahaan besar. Korporasi atau perusahaan lebih lihai menyembunyikan owner pemilik lahan.
"Poin saya, ini bukan kebakaran tapi pembakaran. Nah coba dilihat, apinya kok pindah Sulawesi, waktu saya mau berangkat seminggu lalu saya delay. Saya lihat datanya asap ternyata sebagian besar di Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah industri kelapa sawit marak. Sulawesi itu sedang giat mengikuti jejak Kalimantan dan Sumatera dalam asap, Papua jarang kebakar, sekarang kebakaran, pembakaran ini dilakukan di kelapa sawit dan tanaman industri," jelas Chalid.