Jokowi minta kabinet tak catut namanya demi pemerintahan bersih
Larangan Jokowi soal catut nama demi pemerintahan bersih. Jokowi mengingatkan agar Menteri Kabinet Kerja dan pimpinan lembaga lain tidak memanfaatkan jabatannya untuk mengambil keuntungan."Para menteri, kerabat menteri atau siapapun lah tidak boleh mengambil keuntungan dari jabatan yang dimiliki para menteri."
Presiden Joko Widodo (Widodo) menekankan kepada Menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung hingga pimpinan Lembaga Non Pemerintah tidak mencatut namanya dalam setiap kegiatan juga melarang membeli barang-barang mewah. Penekanan itu disampaikan saat Sidang Kabinet Paripurna pada 2 November lalu.
Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki mengatakan arahan itu sebagai salah satu langkah Jokowi menyiapkan pemerintahan yang bersih. Pemerintahan yang bersih merupakan poin penting dalam Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Karena beliau punya komitmen yang luar biasa dalam menyiapkan pemerintahan yang bersih," kata Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/11).
Menurut Teten, dalam Sidang Kabinet itu, Jokowi mengingatkan agar Menteri Kabinet Kerja dan pimpinan lembaga lain tidak memanfaatkan jabatannya untuk mengambil keuntungan. Misalnya memperkaya diri sendiri dan kelompok tertentu.
"Beliau bukan hanya memberikan imbauan tapi dalam ini menjadi role model bagi pemerintahan. Beliau tidak mengambil keuntungan ekonomi dalam dari pemerintahan ini. Meskipun beliau seorang pebisnis biar tidak ada konflik kepentingan," ujar Teten.
Tak hanya itu, lanjut dia, Jokowi juga mengingatkan agar Menteri Kabinet Kerja selektif melakukan kunjungan kerja atau perjalanan dinas ke daerah. Termasuk tak boleh menerima oleh-oleh dari pihak mana pun yang bermuatan gratifikasi. Terkadang, kata Teten, anggaran pengadaan oleh-oleh dari pemerintah daerah mengambil dari kas negara.
"Para menteri, kerabat menteri atau siapapun lah tidak boleh mengambil keuntungan dari jabatan yang dimiliki para menteri. Kalau ke daerah kan banyak pemerintahan daerah, jajaran polisi, kejaksaan, pejabat daerah terbebani harus memberikan oleh-oleh kepada tamu-tamu pejabat," kata dia.
Lebih dari itu, pemberian oleh-oleh bisa mempengaruhi independensi para menteri. Dikhawatirkan, kebijakan yang dikeluarkan menteri malah dilatarbelakangi kepentingan pemberi gratifikasi atau oleh-oleh.
"Di pemerintahan sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh kelompok kepentingan tertentu untuk membelokkan kebijakan pemerintah ke arah kepentingan yang diinginkannya atau kepentingan para vendor pengadaan barang dan jasa pemerintah," urainya.