Jokowi Sebut Boleh Kampanye, Perludem Minta Publik Awasi Setiap Aktivitas Presiden
Menurutnya, dengan pernyataan itu bisa menjadi penentu dari segala pernyataan Jokowi yang seolah netral.
Salah satu pengawasannya dengan memperhatikan massa cuti presiden
Jokowi Sebut Boleh Kampanye, Perludem Minta Publik Awasi Setiap Aktivitas Presiden
- Jokowi Ngaku Sering Diajak Kaesang Keliling Daerah
- Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Perludem Nilai Bakal Jadi Pembenaran Pejabat Tak Netral
- Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak dan Kampanye, Anies: Sebelumnya Kami Dengar Netral dan Mengayomi Semua
- Jokowi Sebut Presiden Boleh Ikut Kampanye dan Memihak, Ini Aturannya di UU Pemilu
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan Presiden boleh memihak salah satu calon di Pilpres 2024 adalah kabar baik.
Menurutnya, dengan pernyataan itu bisa menjadi penentu dari segala pernyataan Jokowi yang seolah netral. Namun secara realita berbeda, dengan berbagai gimmick yang ada selama masa kampanye.
"Saya kira bagus ya pernyataan presiden bahwa presiden menteri boleh berkampanye dan berpihak ini membuka segala sesuatu lebih terang benderang. Daripada main tebak, seolah olah netral tapi memihak, akhirnya kita semua serba ragu-ragu," kata Titi kepada wartawan, Rabu (24/2).
Titi pun menyatakan atas pernyataan Jokowi soal Presiden yang boleh berkampanye telah membuat posisi kedepan menjadi jelas untuk masyarakat bisa mengawasi segala aktivitas presiden.
"Publik dapat mengawasi setiap aktivitas presiden, sehingga kita bisa membedakan kapan kita bisa menjadi seorang presiden kepala negara. Dan kapan saat dia kampanye sehingga semua dapat mengawal dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.
Salah satu pengawasannya, lanjut Titi, dengan memperhatikan massa cuti presiden ketika hendak berkampanye sesuai PP No 32 tahun 2018 cuti harus diajukan 7 hari sebelum pelaksanaan kampanye dan harus diurus ke Kesekretariatan Negara.
Sebab ketentuan pejabat publik boleh ikut kampanye seyogyanya diatur dalam pasal 299 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada pasal tersebut diatur sejumlah pejabat yang diizinkan ikut kampanye.
“Tapi saya kira pernyataan itu kurang utuh yang hanya menekankan dalam kampanye dan berpihak. Tapi ada komponen yang tidak bisa dipisahkan dari praktik kampanye yang dilibatkan presiden atau menteri,” katanya.
Karena ada pasal lain, UU Pemilu Pasal 281 dan pasal lainnya mewajibkan pejabat negara itu harus netral tidak berpihak. Agar dalam membuat keputusan tidak menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu.
“Kalau dia melakukan aktivitas kenegaraan misal program meresmikan malamnya langsung kampanye itu tidak boleh apa besoknya langsung kampanye. Jadi kita punya variabel untuk mengukur kinerja presiden, aktivitas politik aktivitas pemerintah dan kenegaraan,” kata dia.
“Daripada tidak menyatakan tidak berpihak, tapi membuat gestur atau melakukan hal simbolik yang seolah di ruang abu abu,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Presiden boleh memihak salah satu calon di Pilpres 2024. Jokowi menegaskan, dirinya boleh berkampanye.
Jokowi menjawab itu saat ditanya soal menteri yang tidak ada hubungannya dengan politik tetapi menjadi bagian dari tim sukses di pemilu 2024.
"Kan ini hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja, yang paling penting Presiden itu boleh lho kampanye, Presiden itu boleh lho memihak! boleh," kata Jokowi Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1).
Selain itu, Jokowi menyinggung saat berkampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Hal ini karena Jokowi mengaku sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik.
“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” tegas Kepala Negara.