Kapolri curhat anggaran Polri kurang, ingin seperti KPK
"Ya inginnya seperti KPK. Polri minta negara menanggung semuanya. Ini pasti akan membantu kinerja kepolisian. Tetapi kan anggaran negara tidak cukup. Dalam setahun, puluhan ribu kasus bisa ditangani oleh Polri. Kalau sistemnya sama seperti KPK uang negara tidak cukup. Makanya Polri menggunakan sistem indeks," katanya.
Celah suap di tubuh Polri dimungkinkan terjadi karena minimnya anggaran yang dimiliki oleh Polri. Hal ini disampaikan oleh Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian saat beramah tamah dengan civitas akademika UGM di Graha Sabha Pramana, Rabu (26/4).
"Anggaran Polri tahun lalu sebesar Rp 73 triliun. 60 persen untuk membayar gaji. Ada lebih dari 43.000 anggota Polri yang gajinya harus dibayar. 25-30 persen untuk operasional dan sisanya untuk pengadaan barang dan alat," papar Tito.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini menambahkan bahwa struktur anggaran tersebut membuat ada potensi terjadinya korupsi di tubuh Polri. Anggaran operasional sebesar 20 persen, lanjut Tito, hanya cukup untuk di Mabes Polri. Sementara, untuk di Polda-polda pas-pasan, di Polres kurang dan di Polsek lebih kurang.
"Dalam penanganan kasus, Polri menggunakan sistem indeks. Indeksnya terbagi menjadi kasus sangat sulit, sulit, sedang dan ringan. Untuk kasus sangat sulit, anggaran per kasusnya Rp 70 juta. Padahal untuk kasus seperti bom meledak, kita butuh miliaran untuk penanganannya," terang Tito.
Tito mengatakan ada pameo di masyarakat jika warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru jadi kehilangan kambing. Tetapi, lanjut Tito, pameo itu masih ada sambungannya yaitu jika warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru kehilangan kambing tapi polisi justru kehilangan sapi.
"Contoh ya di DIY misalnya ada kasus pembunuhan besar. Anggarannya cuma Rp 70 juta. Padahal permintaan masyarakat untuk mengungkap kasus itu tinggi. Sedangkan untuk mengungkap kasus dibutuhkan lebih dari Rp 70 juta. Kapolda harus cari uang kiri kanan untuk mengungkap kasus. Bahkan harus keluar gajinya. Lah ini polisi malah kehilangan sapi," kata jenderal bintang empat ini.
Pihaknya menginginkan sistem penganggaran seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Model pembiayaan KPK, sambung Tito, negara membayar semua anggaran penyelesaian kasus. Negara akan membayar semua pengeluaran untuk menyelesaikan kasus.
"Ya inginnya seperti KPK. Polri minta negara menanggung semuanya. Ini pasti akan membantu kinerja kepolisian. Tetapi kan anggaran negara tidak cukup. Dalam setahun, puluhan ribu kasus bisa ditangani oleh Polri. Kalau sistemnya sama seperti KPK uang negara tidak cukup. Makanya Polri menggunakan sistem indeks," ungkap pria asal Sumatera Selatan ini.