Kasus Covid-19 Naik, Penjual Siapkan 2 Kali Lipat Tabung Oksigen
Penjual tabung oksigen mulai melakukan antisipasi kelangkaan di tengah naiknya kasus Covid-19 varian Omicron. Mereka meningkatkan dua kali lipat persediaan tabung untuk masyarakat yang membutuhkan.
Kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesian melesat naik. Diprediksi, puncak kenaikan Covid-19 terjadi pada akhir Februari dan awal Maret.
Penjual tabung oksigen mulai melakukan antisipasi kelangkaan di tengah naiknya kasus Covid-19 varian Omicron. Mereka meningkatkan dua kali lipat persediaan tabung untuk masyarakat yang membutuhkan.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
Salah satu toko tabung oksigen yang meningkatkan persediaan adalah CV. Rintis Usaha Bersama Oxygen Medical Depot. Lokasinya di Jalan Minangkabau Timur, Ps Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Untuk kesiapan toko sendiri, kami melakukan upaya preventif dengan menyiapkan kebutuhan tabung oksigen dua kali lipat dari biasanya," kata Erfan, penjual tabung oksigen CV Rintis Usaha Bersama saat dihubungi, Selasa (18/1).
Biasanya, kata Erfan, tabung oksigen yang tersedia di tokonya sebanyak 100-150 tabung. Sekarang ia tambah menjadi 200-300 tabung.
Meksi begitu, ketersediaan tabung oksigen akan percuma jika pabrik penyedia liquid oksigen atau bahan baku oksigennya tidak memadai.
"Kembali lagi pada masing-masing pabrik penyedia liquid oksigen, kalau memang varian Omicron menyebabkan kenaikan jumlah yang terpapar secara masif seperti varian Delta, apakah bisa memenuhi kebutuhan oksigen dengan jumlah yang masif ini?” ujarnya.
"Karena akan percuma kalau jumlah tabung yang banyak namun ketersediaan bahan baku untuk membuat oksigen tidak bisa memadai," tambah Erfan.
Dia bercerita, saat terjadi gelombang kedua pertengahan 2021 lalu, banyak Puskesmas yang memesan tabung oksigen. Sedangkan, khusus rumah sakit biasanya langsung ke distributor karena kebutuhannya banyak.
Namun, hingga saat ini belum ada Puskesmas yang memesan tabung di tokonya. Tetapi, ada peningkatan penjualan tabung untuk pemesanan pribadi.
"Kebanyakan pribadi, peningkatan sih sekarang ada peningkatan sedikit tapi untuk pribadi doang," pungkasnya.
Sulit Cegah Gelombang 3
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, sulit bagi Indonesia mencegah terjadinya gelombang ketiga pandemi Covid-19. Sebab, masih banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki imunitas.
Selain itu, Covid-19 varian Omicron sudah merebak di Indonesia. Omicron memiliki tingkat penularan dua kali lebih cepat dan menginfeksi empat kali lebih banyak dari varian Delta.
"Mencegah gelombang ketiga ini seperti selalu saya sampaikan sulit sekali karena kayu bakarnya ada," katanya kepada merdeka.com, Selasa (18/1).
Di tengah merebaknya Omicron, Dicky menyebut 3T (Testing, Tracing, Treatment) di Indonesia terbatas. Kondisi ini membuat banyak kasus Omicron tidak terdeteksi dan tak tertangani.
Menurut Dicky, yang bisa dilakukan pemerintah saat ini ialah meminimalisir dampak dari gelombang ketiga pandemi Covid-19. Caranya, bisa mempercepat vaksinasi primer bagi masyarakat umum.
Kemudian, memberikan vaksinasi lanjutan atau booster bagi masyarakat berisiko tinggi terhadap Covid-19. Sejalan dengan itu, pemerintah harus membatasi aktivitas maupun waktu operasional kafe atau mal.
"Kafe atau mal harus memperketat skriningnya, memperkuat protokol kesehatan. Dalam artian bukan hanya sudah divaksinasi penuh, tapi juga dalam masa atau durasi proteksinya," ujarnya.
Mantan Sekretaris Dewan Pengawas BPJS Kesehatan ini berpendapat, pemerintah tidak perlu melakukan lockdown, menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), atau menutup kafe maupun mal untuk mencegah gelombang ketiga pandemi Covid-19. Cukup menerapkan dua pembatasan pada fasilitas publik atau pusat perbelanjaan. Pertama pembatasan kapasitas, kedua durasi.
"Durasi buka ini artinya harus ada kesempatan untuk tempat itu membersihkan diri. Artinya, sirkulasi udara, ventilasi. Bukanya misalnya tidak sampai larut malam, misalnya tadi sampai jam 10, jadinya hanya sampai pukul 8. Dimajukan waktu bukanya dari jam 7 misalnya atau jam 8. Ini yang bisa dilakukan," jelasnya.
Prediksi Gelombang 3
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi memprediksi gelombang ketiga pandemi Covid-19 terjadi pada pekan kedua dan ketiga Februari 2022. Pada puncaknya, penambahan kasus Covid-19 harian mencapai 40.000 sampai 55.000.
Menurut Nadia, ada tiga variabel yang akan memicu gelombang ketiga pandemi Covid-19. Pertama, rendahnya penerapan protokol kesehatan. Kedua, testing (pemeriksaan) dan tracing (penelusuran) kontak erat Covid-19 menurun. Ketiga, mobilitas penduduk meningkat. "Mobilitas kini lebih dari 10 persen," katanya kepada merdeka.com, Jumat (14/1).
Berdasarkan hasil monitoring Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan memang menurun, baik menggunakan masker maupun menjaga jarak.
Data 26 Desember 2021, kepatuhan memakai masker mencapai 92,15 persen. Sementara pada 2 Januari 2022 turun menjadi 92,14 persen. Sedangkan kepatuhan menjaga jarak menurun jadi 90,38 persen pada 2 Januari 2022, dari sebelumnya mencapai 90,56 persen.
Sementara data testing Covid-19 pada 12 Januari 2022 menunjukkan, testing mingguan sebesar 0,29 persen. Meningkat tipis dari data 7 Januari 2022 yang hanya 0,18 persen.
Di tanggal yang sama, tracing kontak erat Covid-19 tercatat 11,69 persen. Menurun dibandingkan data 7 Januari 2022 yang mencapai 15,29 persen.
(mdk/rnd)