Kasus jual beli tanah, eksepsi Bos Pasar Turi ditolak
Hakim pun akhirnya memutuskan, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya supaya menghadirkan saksi di sidang lanjutan, minggu pekan depan. Agendanya pembuktian dengan keterangan saksi.
Eksepsi (bantahan dakwaan) terdakwa bos Pasar Turi Baru, yakni Henry J Gunawan, yang diajukan tim kuasa hukumnya ke majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ditolak.
Persidangan di ruang sidang Candra PN Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Unggul Warso Mukti, menilai, bahwa kasus penipuan dan penggelapan jual beli tanah di Malang senilai Rp 4,5 miliar, yang dilaporkan oleh seorang notaris yakni Caroline tersebut sudah masuk dalam pokok perkara.
Hakim pun akhirnya memutuskan, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya supaya menghadirkan saksi di sidang lanjutan, minggu pekan depan. Agendanya pembuktian dengan keterangan saksi.
"Eksepsi yang diajukan terdakwa ditolak. Sidang pekan depan, saya minta jaksa hadirkan saksi di persidangan," terang Ketua Majelis Hakim PN Surabaya, Unggul Warso Mukti, Senin (25/9).
Mengenai hal tersebut, ketua tim kuasa hukum Henry J Gunawan, yakni Sidik Latuconsina menilai, bahwa alasan dan pertimbangan hakim itu tidak jelas.
"Kita akan lawan, di pembuktian dari keterangan saksi. Kalau terdakwa ini jelas tidak bersalah," katanya.
Menurut dia, berdasarkan fakta hukum sebagaimana diuraikan bahwa akta-akta yang dibuat di hadapan PPAT dan notaris apabila dikaitkan dan hubungkan dengan seloka hukum 'Het Vermoeden Van het Rechtmatgheid' yang merupakan asas Presumptio of Yustea Causa dan asas praduga sah. Maka surat dakwaan penuntut umum harusnya tidak diterima.
"Berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat 1 KUHAP perkara ini harus dihentikan dan harus menunggu putusan perkara perdata yang memiliki relevansi hukum dengan proses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan surat dakwaan karena terjadi Prae Judicial Geschill," ucapnya.
Kasus yang menjerat bos Pasar Turi Baru tersebut berawal dari transaksi jual beli tanah di kawasan Malang, Jawa Timur, dengan nilai Rp 4,5 miliar, pada tahun 2015.
Transaksi jual beli tanah tersebut dilakukan di Surabaya, dengan melibatkan seorang notaris Caroline yang beralamatkan di Jalan Kapuas. Namun, setelah korban sudah memberikan uang, ternyata sertifikatnya tidak diberikan. Sehingga kasusnya itu pun dilaporkan ke kantor polisi oleh notaris.