Kasus mobil listrik, Dasep divonis 7 tahun bui & denda Rp 200 juta
Majelis Hakim juga menuntut Dasep agar membayar uang ganti kerugian negara sebesar Rp 17,1 miliar dalam waktu 2 bulan.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik, Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi baru saja menjalani sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Persidangan Dasep baru dimulai sekitar pukul 18.30 WIB.
Sekitar 19.50 WIB, Majelis hakim melalui Hakim Ketua, Arif Waluyo akhirnya membacakan putusan atas kasus Dasep. Hakim memvonis Dasep dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsidair 3 bulan kurungan.
Selain itu, Majelis Hakim juga menuntut Dasep agar membayar uang ganti kerugian negara sebesar Rp 17,1 miliar dalam waktu 2 bulan. Jika dalam 2 bulan tidak kunjung dibayar, JPU akan menyita aset dan harta benda Dasep untuk diserahkan ke Kejagung. Atau sebagai ganti bila tidak mencukupi, adalah kurungan selama 2 bulan.
"Menyatakan terdakwa terbukti sah dan bersalah tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan negara. Menghukum terdakwa pidana penjara 7 tahun, menghukum denda Rp 200 juta, subsidair 3 bulan," ujar Arif Waluyo di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/3).
Terpisah, Dasep sendiri menegaskan akan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim. Alasannya adalah karena mobil modifikasi buatannya itu tidak sepenuhnya gagal, karena tidak terbukti ada kecelakaan.
"Ini perbuatan kejahatan saya tidak bisa menerima kita sudah melakukan yang terbaik. Mobil sudah diuji coba di Bali dan sebagainya tidak pernah ada kecelakaan. Ini saya lihat belum memahami bagaimana riset. Hukumannya berlebihan begitu, kawan-kawan saya meminta banding," ujarnya.
Kuasa hukum Dasep Vidi Galenso Syarief, menyatakan pihaknya merasa tidak terima dan siap bila harus mengajukan banding atas vonis itu. "Setelah mendengar putusan tadi sepakat kami akan mengajukan banding," ujarnya.
Sebelumnya Dasep dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 12 tahun penjara dan diminta membayar uang pengganti kerugian negara hingga Rp 28,9 miliar.
Kasus tersebut bermula pada 2013, Kementerian BUMN melaksanakan kegiatan pengadaan 16 mobil listrik dalam rangka mempersiapkan kegiatan KTT APEC Asia Pasifik di Bali.
Untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut Dahlan Iskan selaku Menteri Negara BUMN memerintahkan stafnya (saksi Agus dan saksi Fajar) untuk menghubungi 3 BUMN untuk menjadi sponsor yaitu PT Bank BRI, PT PGN dan PT Pertamina sebagai penyandang dana kurang lebih sebesar Rp 32 miliar.
Selanjutnya untuk merealisasikan pembuatan mobil listrik tersebut telah dibuatkan kontrak antara Dasep Ahmadi (selaku Direktur PT SAP) dengan PT Bank BRI, PT PGN dan PT Pertamina selama kurang lebih 60 hari.
Namun sampai dengan batas waktu kontrak yang ditentukan pembuatan 16 unit mobil listrik tersebut tidak terealisasi justru pada akhirnya mobil listrik tersebut baru dapat diselesaikan sebagian pada bulan Mei 2014, dan ke 16 unit mobil tersebut tidak dapat dimanfaatkan serta tidak mendapat sertifikasi layak jalan oleh Kementerian Perhubungan.
Untuk menyiasati seolah-olah pekerjaan tersebut merupakan hasil suatu penelitian maka 16 mobil listrik tersebut oleh PT SAP atas persetujuan BUMN (Dahlan Iskan) dihibahkan ke beberapa Perguruan Tinggi Negeri antara lain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Gajah Mada, Universitas Sriwijaya.
Atas tuduhan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, atau orang lain sehingga negara merugi, Dasep didakwa melanggar Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.