Kasus suap DPRD Lampung Tengah, hakim cecar saksi soal uang Rp 100 juta
Dalam kegiatan konsultasi ke Jakarta, Madani mengaku tak menggunakan SPPD yang harus disertai SPJ. Pasalnya ia mengaku berangkat ke Jakarta di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai Kepala BPKAD.
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kembali menggelar sidang terkait suap pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah, Senin (9/7) atas terdakwa Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah, Natalis Sinaga dan Anggota DPRD Lampung Tengah, Rusliyanto. Tiga saksi dihadirkan untuk Natalis Sinaga, salah satu di antaranya yaitu Kepala BPKAD Lampung Tengah, Madani.
Ketua Majelis Hakim, Ni Made Sudani mencecar Madani seputar uang sebesar Rp 100 juta yang dikembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kenapa kembalikan uang ke KPK? Kok bisa dapat uang?," cecar Sudani dalam sidang pemeriksaan saksi di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/7).
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Apa yang disita KPK dari Bupati Labuhanbatu? Dalam OTT Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga, KPK menyita uang tunai senilai Rp551,5 juta dari nilai dugaan suap Rp1,7 miliar.
-
Dimana Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, Madani mengatakan mengembalikan uang tersebut karena bukan haknya. "Karena bukan hak saya," ujarnya.
Madani mengatakan uang Rp 100 juta yang ia terima digunakan untuk operasional atau akomodasi serta transportasi ke Jakarta saat melakukan konsultasi terkait rencana peminjaman daerah ke PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur). Terkait siapa yang memberikan uang tersebut, Madani mengaku lupa antara Aan Riyanto dan Andri Kadarisman.
"Masa lupa sih, Pak?" cecar hakim.
"Dari Aan atau Andri. Saya terima sekitar Desember (2017)," jawab Madani.
Jumlah uang yang diterima cukup besar karena ia mengaku ke Jakarta tak berangkat sendiri. Uang itu juga tak memiliki syarat pertanggungjawaban layaknya SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas).
"Uang itu tak dipertanggungjawabkan. Itu untuk transport, makan minum. Untuk dua orang," sebutnya.
Dalam kegiatan konsultasi ke Jakarta, Madani mengaku tak menggunakan SPPD yang harus disertai SPJ. Pasalnya ia mengaku berangkat ke Jakarta di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai Kepala BPKAD.
Saat ke Jakarta, ia tak pernah berangkat bersama Natalis Sinaga. Tapi ia pernah konsultasi ke Jakarta bersama Rusliyanto.
"Dengan Rusliyanto pernah waktu konsultasi. Yang berangkat beberapa anggota dewan, wakil bupati, sekda. Dengan Natalis enggak pernah," ujarnya.
Madani mengaku sepanjang rencana peminjaman daerah ke PT SMI, ia bolak balik Lampung-Jakarta sebanyak lebih dari 20 kali untuk konsultasi. Rencana peminjaman diusulkan sejak 2016 dan baru dianggarkan pada APBD 2017.
Terkait uang Rp 100 juta, hakim kembali menanyakan siapa saja yang menerima uang selain Madani. Namun Madani mengaku tak tahu.
Hakim pun meminta kepada Jaksa KPK agar orang yang menerima uang selain Madani harus ditelusuri. "Sesama yang menerima harus dipikirkan KPK. Tak semata hanya mengembalikan saja," tutup Sudani.
Seperti diketahui, Natalis Sinaga dalam kasus ini didakwa menerima suap Rp 9,6 miliar lebih dari Bupati Lampung Tengah, Mustafa untuk persetujuan peminjaman dana daerah ke PT SMI. Rencananya Pemkab Lampung Tengah akan mengajukan pinjaman ke PT SMI sebesar Rp 300 miliar. Salah satu syarat peminjaman ialah adanya surat persetujuan dari pimpinan DPRD. Sementara itu Rusliyanto didakwa menerima hadiah atau suap sebesar Rp 1 miliar untuk persetujuan peminjaman dana daerah ke PT SMI.
Baca juga:
Penyuap anggota DPRD Lampung Tengah dituntut 2,5 tahun bui dan denda Rp 200 juta
Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah awalnya minta Rp 5 M ke Mustafa
Kasus suap, pimpinan DPRD Lampung Tengah Natalius Sinaga didakwa terima Rp 9,6 M
Raut anggota DPRD Lampung Tengah didakwa terima suap Rp 1 miliar
Ketua DPD Gerindra Lampung Tengah kembalikan Rp 1,5 M ke KPK
Kasus suap, bupati nonaktif Lampung Tengah jadikan ajudan penyambung lidah ke DPRD