Kejati Jawa Barat kembalikan berkas Buni Yani
Kejati Jawa Barat kembalikan berkas Buni Yani. Kasipenkum Kejati Jawa Barat Raymond Ali mengakui telah menerima berkas tersangka Buni Yani, dari Polda Metro Jaya. Namun, berkas tersebut telah dikembalikan karena belum lengkap alias P19.
Kasipenkum Kejati Jawa Barat Raymond Ali mengakui telah menerima berkas tersangka Buni Yani, dari Polda Metro Jaya. Namun, berkas tersebut telah dikembalikan karena belum lengkap alias P19.
"Berkasnya masih P19. Penyerahan tersangka nanti sudah P21 baru dan barang bukti diserahkan," ujarnya ketika dikonfirmasi, Jumat (24/2).
"(Kapan dikembalikan?) Saya harus cek, saya lupa," katanya.
Saat ditanyai kekurangan ataupun alasannya, Ali enggan menyebutkan. Menurutnya, berkas tersebut hingga kini masih belum sempurna. "Intinya masih ada kekurangan dari berkas yang dikatakan disidik kepolisian. kejati Jawa Barat mengembalikan berkasnya untuk disempurnakan oleh penyidik sesuai petunjuk jaksa," katanya.
Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta membantah telah menerima berkas Buni Yani. Buni Yani ditetapkan tersangka karena diduga telah melakukan pencemaran nama baik dan penghasutan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Buni Yani (berkasnya) ke Jabar. Bukan ke DKI," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Waluyo.
Waluyo menambahkan pihaknya mengakui kalau pernah dikirim berkas Buni Yani. Namun, lanjutnya, setelah itu berkas tersebut dikirim ke Kejati Jawa Barat. Sebab, perkaranya berasal dari Depok.
"Iya awalnya ke kita, tetapi setelah diteliti JPU, locus delicti-nya ada di Jabar. Dulu kan dikirim ke sini, tetapi balikin lagi, kemudian dilimpahkan ke Jabar karena locus-nya ada di Jawa Barat. Di Depok kan masuk ke kejati Jabar. Locusnya pada saat itu di Jabar. Meng-upload dan semuanya itu di sana," pungkasnya.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan Buni Yani, pengunggah ulang video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu, sebagai tersangka pada 23 November 2016.
Buni dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang 11/2008 tentang Indivasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman di atas enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.