Kemenhub tunjuk tiga direktur pimpin audit maskapai Lion Air
"Kami juga akan tambahkan sanksi nanti sesuai dengan pembahasan dengan biro hukum sanksi apa yang akan ditambahkan."
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak ingin melihat kasus delay parah yang terjadi dengan maskapai Lion Air kembali terjadi. Untuk itu, Kemenhub berencana membentuk tim audit untuk memeriksa kondisi Lion Air.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo mengungkapkan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh kepada Lion Air. Ada tiga direktur yang ditugaskan untuk mereview Lion Air. Tujuannya agar tidak terulang kejadian keterlambatan dan pembatalan penerbangan.
"Kementerian Perhubungan akan melakukan pemeriksaan secara komprehensif kepada Lion. Kami sudah membentuk tim yang dipimpin Direktur Angkutan Udara dibantu Direktur Kelayakan DKUPPU yaitu Direktur Kelayakan Udara Pengoperasian Pesawat Udara dan Direktur Keamanan Penerbangan," jelas Suprasetyo di Gedung Karsa, Kantor Kementerian Perhubungan, Senin (23/2).
Selain itu, Kementerian Perhubungan akan memperketat aturan penerbangan tentang tata cara dan kewajiban penanganan krisis akibat keterlambatan atau pembatalan penerbangan. Terutama memperketat sanksi yang diatur dalam peraturan menteri atas UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan.
"Kami akan membahas revisi-revisi peraturan menteri yang sudah ada tadi. Kami juga akan tambahkan sanksi nanti sesuai dengan pembahasan dengan biro hukum sanksi apa yang akan ditambahkan, untuk dimasukan dalam peraturan menteri," jelas Suprasetyo.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 pasal 146, pengangkut (maskapai penerbangan) harus bertanggungjawab kepada kerugian yang diderita akibat keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo. Kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
"Tanggung jawab yang dimaksud tadi dalam pasal 146, itu berupa mengalihkan penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan dan atau memberikan konsumsi atau akomodasi dan biaya transportasi apa bila tidak ada penerbangan lain ketempat tujuan," terang Suprasetyo.
"Pasal ini juga sudah diterbitkan peraturan menteri perhubungan nomor 25 tahun 2008, peraturan menteri nomor 9 tahun 2012 juga. Peraturan menteri nomor 77 tahun 2011," tutupnya.