Ketua Mahkamah Konstitusi: Permohonan Yusril itu salah
"Mahkamah tidak berwenang untuk melakukan itu. Jadi permohonannya yang tidak tepat," ujar Hamdan Zoelva.
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan permohonan gugatan Yusril untuk menguji Undang-undang No 42 Tahun 2008 agar pemilu diselenggarakan secara serentak pada 2014, adalah permohonan yang salah. Menurut Hamdan, Yusril meminta penafsiran tunggal, tidak disandingkan dengan UUD 1945 dan meminta MK mengeluarkan penafsiran tersebut dalam bentuk fatwa.
"Sebenarnya diktum petitum permohonan Pak Yusril itu tidak tepat. Yang dia mohonkan adalah penafsiran Pasal 6 UUD dalam bentuk seperti fatwa. Bagaimana sih tafsirnya pasal 6 UUD itu," ujar Hamdan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/3).
Padahal, menurut ketentuan MK, kata Hamdan, penafsiran harus terkait dengan pengujian pasal UU. Sedangkan pengajuan Yusril sama sekali tidak dikaitkan dengan Pasal UU yang hendak diuji.
"Jadi bagaimana tafsir konstitusi adalah berkaitan dengan penafsiran pasal UU yang diuji. Sementara yang dimohonkan Pak Yusril, sama sekali tidak dikaitkan dengan pasal UU yang hendak diuji. Tetapi penafsiran secara mandiri terhadap suatu pasal di UUD. Itu tidak bisa. Tidak bisa, menurut konstitusi jelas sekali," tegas Hamdan.
Hamdan mengatakan memang betul MK merupakan lembaga penguji, penafsir tunggal paling autentik dari UUD. Akan tetapi, lanjut Hamdan, penafsiran hanya bisa dilakukan MK dalam kaitan Judicial Review, pengujian pasal UU atau UU terhadap UUD 1945.
"Kalau hanya minta penafsiran satu pasal saja tanpa dikaitkan dengan pengujian pasal UU itu tidak bisa. Mahkamah tidak berwenang untuk melakukan itu. Itulah yang dimaksud putusan MK. Jadi permohonannya yang tidak tepat," ungkapnya.