Ketua MK: Interpelasi pada Jokowi tidak ada yang luar biasa
"Interpelasi itu adalah hak bertanya saja. Kalau hanya bertanya saja, ya jawab saja," kata Hamdan.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan hak interpelasi yang akan diajukan DPR kepada presiden terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bukanlah sesuatu luar biasa. Dia bahkan meminta agar tidak ada pihak yang menganggap penggunaan hak tersebut oleh DPR dapat berujung pada pemakzulan.
"Interpelasi itu adalah hak bertanya saja. Kalau hanya bertanya saja, ya jawab saja. Tidak ada sesuatu yang luar biasa, tidak perlu dikhawatirkan ini akan ke pemakzulan," ujar Hamdan di kantornya, Jakarta, Kamis (27/11).
Hamdan menyatakan DPR memang memiliki beberapa hak sesuai Pasal 20 UUD 1945 di antaranya hak interpelasi dan hak angket. Hak tersebut tidak dapat dihambat. "Prosesnya interpelasi jalan atau tidak harus persetujuan paripurna," kata dia.
Setelah di paripurna disetujui, kata Hamdan, pertanyaan diajukan kepada presiden untuk dijawab. Tetapi jika jawaban presiden dianggap kurang memuaskan, DPR dapat menggunakan hak angket.
Selanjutnya, Hamdan menerangkan proses menuju pemakzulan cukup panjang dan sulit dilakukan. Menurut dia, adanya amandemen UUD 1945 membawa dampak pada kuatnya posisi presiden serta mempersulit proses pemakzulan.
Untuk dapat mengajukan pemakzulan, DPR harus mendapat persetujuan 2/3 anggotanya. Setelah itu DPR juga harus meminta pendapat MK. "Sekarang untuk mengusulkan memberhentikan presiden harus 2/3 anggota DPR setuju. Setelah itu disampaikan ke MK, dipersoalkan lagi apakah betul alasan-alasan untuk mengusulkan pemberhentian," terang Hamdan.
Kemudian, proses tersebut dapat kandas jika MK menyatakan tidak ada persoalan hukum dalam usulan pemakzulan tersebut. Tetapi, jika MK menyatakan terdapat persoalan hukum, maka usulan tersebut masuk ke MPR.
"Untuk sidang MPR butuh kuorum 3/4 anggota yang harus hadir. Kalau enggak terpenuhi, enggak bisa sidang," katanya.