Ketua MPR: Setop membanggakan diri dengan sumber daya alam melimpah
Menurut Zulkifli, sudah waktunya pemerintah menggenjot sektor manufaktur dengan memaksimalkan SDM.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan berpendapat produksi industri nasional harus dibanggakan. Indonesia memiliki kemampuan 'menjajah' negara-negara Eropa melalui produk-produk industrinya. Untuk itu, dia mengatakan agar masyarakat tidak lagi cuma bangga dengan sumber daya alam yang melimpah.
Hal ini disampaikan Zulkifli Hasan saat menggelar inspeksi mendadak (sidak) di PT Maspion 1, Jalan Sawotratap, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (24/8). Dalam kunjungannya, rombongan Ketua MPR ini ditemui Bos PT Maspion Grup, Alim Markus.
"Sudah saatnya pemerintah mendorong industri manufaktur. Stop membanggakan diri dengan sumber daya alam melimpah. Jangan lagi berkata kita ini kaya raya dengan sumber daya alam. Sebenarnya, dengan industri manufaktur kita bisa 'menjajah' negara-negara Eropa. Kalau kita terus mengeruk hasil alam, pasti akan habis dan itu sama halnya kita menjual negara ke negara lain," kata politikus asal Partai Amanah Nasional (PAN) ini di sela kunjungannya.
Dia mencontohkan, industri alat-alat rumah tangga yang diproduksi PT Maspion. Ternyata perusahaan milik Alim Markus ini mampu melempar produk-produknya ke luar negeri. Bahkan, sampai ke Eropa.
"Terus terang saya terkagum-kagum saat datang ke Maspion. Saya tahu produk-produknya. Tapi tidak tahu sampai sejauh ini. Setelah ke sini, barang-barang ini sekelas dengan produk Jerman, saya tahu. Jadi ini apresiasi, kalau kita sungguh-sungguh dan diberi peluang, Indonesia mampu 'menjajah' Eropa dengan produk industrinya. Bisa dibayangkan, ini produksi orang Surabaya, tapi bisa 'menjajah' dunia," papar dia yakin.
Jadi pemerintah harus benar-benar mendorong dan membangun sumber daya manusianya (SDM) agar menjadi tenaga andal, bukan lagi mengandalkan SDA-nya. Eksploitasi kekayaan alam dan menjualnya ke luar negeri, kata dia, bisa menghancurkan masa depan Indonesia.
"Yang membuat kita sejahtera, kalau SDM-nya unggul. Jadi kita tingkatkan manusianya, agar mampu memiliki daya saing tinggi. Satu contoh. Dulu kita ada Kedawung, yang juga memproduksi alat-alat rumah tangga. Karena menggunakan gas, ketika gasnya macet, perusahaan ikut macet. Kalau di Maspion, bahan bakarnya dapur, bukan gas. Ini ada teknologinya, oleh karena itu, jika Maspion bisa bertahan ini luar biasa," sanjungnya di hadapan Alim Markus.
Kembali dia mencontohkan, negara yang tak memiliki SDA melimpah seperti Singapura dan Malaysia. Tapi, kedua negara tetangga ini, mampu memiliki daya saing tinggi di level dunia. Di Singapura, seperti diungkapnya, income perkapitanya mencapai 51 ribu Dollar Singapura per tahun, sementara Malaysia mencapai US$ 13 ribu per tahun. Sedangkan Indonesia di Tahun 2014, hanya mencapai USD 4.700 per tahun.
"Sekarang kita harus beralih ke manufakturnya, Kita harus bisa belajar seperti Negara Tiongkok. Mereka bisa merencanakan pembangunan hingga 100 tahun. Karena pembangunan yang berkesinambungan di Tiongkok itu, SDM-nya bisa tertata lebih baik. Ada banyak masukan di MPR, agar kita juga menerapkan semacam Repilita seperti dulu, seperti pembangunan lima tahun yang berkesinambungan," sambungnya.
Sementara Alim Markus yang diminta Zulkifli Hasan untuk memaparkan kondisi di Indonesia, terkait masalah regulasi dan upayanya pemerintah membangun perekonomian, menolak berkomentar jauh. "Saya no-coment, gak berani ngomong," elaknya.
Hanya saja, bos PT Maspion ini meminta kelonggaran kepada pemerintah pusat, untuk menghapus 'jalur merah'. Karena bisa menghambat produksi industri di Tanah Air.
Sekadar tahu, jalur merah adalah urutan dari suatu proses clearance yang mana setelah Bea dan Cukai (BC) menerima dokumen impor dari importir dan setelah dilakukan pemeriksaan dan penelitian, petugas BC berdasarkan ketentuan kepabeanan yang berlaku memutuskan harus dilakukan pemeriksaan secara fisik terhadap barang yang diimpor.
"Biaya di pelabuhan sangat mahal, kita harus sewa gudang yang mahal. Ini yang bisa menghambat. Silakan petugas ikut dengan kontainer dan memeriksanya di pabrik. Ini akan lebih mudah bagi kami, dan bisa mempercepat proses produksi. Kalau masih harus tetap tinggal di pelabuhan, selain cost-nya mahal, juga produksi terhambat," aku Alim Markus.
Memang, diakui Alim Markus, saat ini, semua instansi pemerintahan lebih hati-hati dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya cuma minta, bahan baku pabrikan jangan dikenakan jalur merah. Jangan dihambat di pelabuhan sana. Sekarang memang banyak yang takut sama KPK. Tapi kalau takut ya gak usah kerja, karena semua ada resikonya. Tolong kita dibantu fasilitas dari pemerintah. Karena yang kita pikirkan kualitas produksi, jika terhambat produksi juga ikut macet," sindir Alim Markus.