Ketum PBNU: Relokasi paksa warga Syiah bukti SBY gagal
"Jika memang benar itu dilakukan dengan disertai pemaksaan, kami mengecam," kata Said Aqil Siradj.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengecam relokasi paksa terhadap penganut aliran Syiah di Sampang, Madura, dari lokasi pengungsian di GOR Sampang ke rumah susun sistem sewa Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo. Menurutnya, hal itu merupakan wujud kegagalan pemerintah dalam melindungi dan menjamin hak hidup warganya.
"Jika memang benar itu dilakukan dengan disertai pemaksaan, kami mengecam. Itu wujud kegagalan pemerintah dalam melindungi warganya yang memiliki hak untuk hidup di tanah kelahirannya," tegas Said dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (21/6).
Dia mengaku tidak akan mempermasalahkan jika relokasi tersebut dilakukan berdasarkan keinginan pengikut aliran Syiah sendiri. Informasi yang diperoleh PBNU dari Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, relokasi dilakukan atas keinginan pengikut Syiah, yang dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai.
"Mas Syaiful mengatakan ke saya, Pemprov Jatim meminta relokasi itu tidak disebut sebagai pengusiran, karena dilakukan atas permintaan pengikut Syiah sendiri. Kalau memang demikian ya tidak apa-apa, karena justru itu bagian dari upaya pemerintah melindungi warganya," tambah Kiai Said.
Terlepas dari benar tidaknya kabar tersebut, Said meminta aparat terkait bisa memberikan jaminan keselamatan kepada pengikut Syiah. Termasuk jika suatu saat mereka yang sekarang direlokasi menginginkan kembali ke kampung halamannya.
"Pengikut Syiah yang sudah direlokasi itu adalah warga negara yang sama, yang memiliki hak hidup yang sama juga. Pemerintah harus bisa menjamin aset mereka yang ditinggalkan, dan mengabulkan jika suatu saat mereka ingin kembali ke kampung halamannya," tandas kiai bergelar doktor lulusan Universitas Ummul Qura, Mekkah, tersebut.
Dia membantah, soal kabar pemaksaan relokasi tersebut juga dilakukan oleh warga NU. "Jangan libatkan NU di sini. Jika benar ada pemaksaan itu yang melakukan adalah oknum, yang secara kebetulan mungkin warga NU. NU secara lembaga dengan tegas mengecam, tidak sependapat, jika relokasi dilakukan dengan pemaksaan," pungkasnya.