Kisah ayah Rhoma Irama pimpin perang melawan Belanda
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, ayah Rhoma ini memimpin pasukan melawan Belanda di wilayah Tasikmalaya.
Siapa yang tak kenal raja dangdut Rhoma Irama? Sosoknya tenar dari Sabang sampai Merauke. Tapi sedikit yang mengenal sosol Kapten Burdah, ayah Rhoma Irama.
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, ayah Rhoma ini memimpin pasukan melawan Belanda di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pada 21 Juli 1947, Belanda menggelar agresi militer pertama. Serangan kilat itu berhasil menghancurkan pertahanan TNI. Termasuk posisi-posisi Divisi Siliwangi di Jawa Barat.
Belanda berhasil menguasai Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan kota-kota lain di Jawa Barat. Namun mereka hanya bisa menduduki kota dan jalan-jalan utama. Di luar kota, TNI tetap menyusun kekuatan.
Namun serangan Belanda itu membuat banyak anggota TNI terpisah dengan kesatuannya. Di sebuah desa yang menjadi tempat pengungsian, Kapten Sulaiman dan wakilnya, Kapten Burdah, berinisiatif membentuk pasukan dari anggota-anggota TNI yang tersebar dan sedang mengungsi itu.
Ada sekitar 80 orang yang berhasil dikumpulkan. Latar belakangnya beragam. Ada yang berasal dari Resimen X, Angkatan Udara, Polisi Tentara, mantan sipir penjara dan Tentara Pelajar (TP). Kapten Sulaiman dan Kapten Burdah memberi nama pasukannya Detasemen Garuda Putih.
Salah satu anggota pasukan ini adalah Eddie Mardjuki Nalapraya yang kelak menjadi Mayjen TNI dan sempat memangku jabatan wakil gubernur DKI Jakarta. Eddie mengisahkan Detasemen Garuda Putih ini dalam memoarnya yang berjudul Jenderal Tanpa Angkatan. Buku terbitan Zig Zag Creative (2011) ini ditulis Ramadhan KH, Iskandar Chotop dan Feris Yuarsa.
Nah, saat itu Eddie baru berusia 16 tahun. Dia pelajar SMP dan masuk Tentara Pelajar karena gelora revolusi. Pangkatnya prajurit dan tercatat sebagai anggota pasukan termuda.
Namanya anak muda, tentu semangat dan tenaga masih menggebu-gebu. Para Tentara Pelajar inilah yang paling sering patroli dan menyerang posisi Belanda.
Pasukan lain sempat protes akan aksi TP ini. Sebabnya, setiap TP habis menyerang, Belanda akan membombardir wilayah-wilayah yang dicurigai sebagai tempat sembunyi TP. Para anggota TP malah pernah dilucuti dan dilarang keluar markas oleh pasukan lain. Namun mereka cuek saja.
Para TP ini tetap cuek saja menyerang Belanda. Toh, komandan mereka saja tak pernah melarang. "Prinsip Kapten Burdah itu orang mau berjuang, kenapa dilarang," kenang Eddie.
Salah satu pertempuran terbesar yang dialami Detasemen Garuda Putih ini adalah pencegatan konvoi Belanda di Gunung Kecapi, Tasikmalaya. Saat itu tepat 17 Agustus 1947, para tentara pelajar ingin memberikan hadiah pada Ibu Pertiwi dengan sebuah serangan pada Belanda.
Di atas bukit seluruh Detasemen Garuda Putih sudah bersiap menyergap. Informasi yang mereka terima benar, konvoi bren carrier berserta sejumlah besar tentara Belanda melintas dari Singaparna ke arah Tasikmalaya.
Begitu konvoi masuk target, mereka segera membuka serangan. "Kehed siah! Bebel siah! (Sialan, brengsek kalian!)," teriak Edi dan teman-temannya.
Baku tembak terjadi dengan gencar. Pasukan Indonesia mengandalkan senapan mesin 12,7 dan jukikanju 7,7 peninggalan Jepang.
Banyak korban di pihak Belanda. Sementara di pihak RI, gugur dua tentara pelajar.
Ada cerita menarik soal pertempuran di Gunung Kecapi. Kelak bertahun-tahun kemudian, ketika mengawal Presiden Soeharto ke negeri Belanda, Mayor Eddie bertemu dengan seorang Letnan Kolonel Belanda pengawal Ratu Yuliana. Ternyata Letkol ini pernah bertugas di Indonesia dan pasukannya yang dulu disergap oleh Kapten Burdah dan Eddie.
Tentara Belanda itu mengaku terkejut dan senang bertemu kembali dengan musuhnya. "Dulu kita sama-sama bertempur menjalankan tugas negara masing-masing. Sekarang kita bisa makan bersama di satu meja. Merdeka!" kata si Letkol gembira.
Eddie pun selalu menjaga hubungan dengan masyarakat di Nyengcang, markas Detasemen Garuda Putih. Saat Eddie sudah berpangkat Brigadir Jenderal, dia mengajak Rhoma Irama bersilaturahmi ke sana. Rhoma dikenalkan sebagai anak dari Kapten Burdah, mantan komandan perjuangan dulu.
Namun sejarah Detasemen Garuda Putih dan kisah heroik ini tak masuk dalam sejarah resmi divisi Siliwangi. Eddie menduga detasemen ini dianggap 'detasemen jadi-jadian' karena dibentuk semasa di pengungsian. Walau begitu Eddie mengaku bangga pernah bertugas di sana bersama ayah Rhoma Irama.
Baca juga:
Secara aqidah Rhoma Irama tetap tolak Ahok jadi gubernur
Rhoma Irama, Satria Yang Tak Pernah Lepas Dari Gitar
Hormati Prabowo, Rhoma Irama ogah hadiri Muktamar PKB
Pemilihan ketum, Muktamar PKB akan dihadiri SBY, Jokowi & Rhoma
-
Kenapa Rhoma Irama diundang sebagai penguji ahli? Rhoma Irama dihadirkan sebagai penguji ahli dalam sidang promosi/terbuka karena namanya ada di dalam penelitian disertasi tersebut.
-
Bagaimana Rhoma Irama berjuang dalam film "DARAH MUDA"? Rhoma dan Ani dihadapkan pada konflik cinta dan perbedaan generasi dalam film "DARAH MUDA" (1977).
-
Siapa yang menemani Rhoma Irama saat mencoblos? Jadi Pusat Perhatian, Ini 8 Potret Rhoma Irama Nyoblos di TPS Didampingi Istri Tercinta Ricca Rachim membuktikan kesetiaannya kepada sang raja dangdut dengan menggandeng mesra suaminya, yang langsung menjadi sorotan warga di TPS.
-
Mengapa Rhoma Irama diundang sebagai penguji ahli dalam sidang disertasi? Karena namanya tercantum dalam penelitian disertasi tersebut, Rhoma Irama diundang sebagai penguji ahli dalam sidang promosi/terbuka.
-
Apa yang dilakukan Rhoma Irama dan Ricca Rachim saat mencoblos? Usai nyoblos, Rhoma Irama dan Ricca Rachim menunjukkan jarinya yang berlumur tinta ungu.
-
Bagaimana Rhoma Irama mendapat julukan Raja Dangdut? Kepopuleran Rhoma membuat dirinya mendapat predikat sebagai Raja Dangdut.