Komnas HAM: Kerjasama negara dan ormas hambat kebebasan beragama
Aktor negara seperti tersandera dan tertekan dengan gagasan yang muncul dari kelompok intoleran.
Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat mengakui adanya kesulitan menekan kasus pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan (KBB) dan intoleransi di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya kerjasama antara para aktor negara (aparatur keamanan/pemerintah) dan aktor nonnegara, seperti organisasi kemasyarakatan (ormas).
"Ada pola joint action, pelaku aktor negara dan pelaku nonnegara, melalui investigasi Komnas HAM. Mereka tidak berdiri sendiri, ada kerjasama antara aktor negara dan nonnegara dalam menghambat KBB," kata Rahmat di Kantor The Wahid Institute, Jakarta, Senin (29/12).
Rahmat menjelaskan, aktor negara seperti tersandera dan tertekan dengan gagasan yang muncul dari kelompok intoleran yang memaksa mengambil langkah melanggar KBB dan intoleransi hanya karena mereka merupakan kelompok mayoritas dalam wilayah tersebut.
"Ide (anarkis) muncul dari kelompok intoleran. Mereka demo ke korban dan kemudian demo ke pemerintah yang akhirnya aktor negara tersandera untuk melakukan tindakan yang melanggar KBB dan intoleran. Aktor negara seperti menjalankan order dari kelompok intoleran," kata Rahmat.
Menyikapi fenomena tersebut, Rahmat mendorong para aktor negara untuk tidak menggubris tekanan dari para ormas dan lebih percaya diri agar dapat menciptakan keadilan bagi kelompok minoritas.
"Dalam fenomena ini saya kira kita harus mendorong, kita harus menekan kepada pemerintah dan aparatur negara agar percaya diri dan tidak menuruti kemauan organisasi kelompok intoleran yang mengakibatkan kelompok intoleran seperti mendapat dukungan politik yang besar sehingga para pelaku intoleran menjadi impunitas terhadap hukum," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menyampaikan lembaganya pada tahun 2014 mencatat telah terjadi pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) dan kasus intoleransi di 18 provinsi di Indonesia. Temuan tersebut melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik dan juga pengaduan dari masyarakat melalui SMS.
"Tahun ini kami menemukan peristiwa pelanggaran KBB terjadi di 18 wilayah yakni Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Maluku Utara, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Aceg, Sumatra Barat, Sumatra Utara, NTB dan NTT," ujar Yenny Wahid.