Konten Radikal Intoleran Dinilai Sudah Meresahkan, Harus Dibersihkan!
Jika jelas-jelas mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah seharusnya ditertibkan.
Keberadaan website berisi konten-konten radikal intoleran sudah sangat meresahkan masyarakat. Jika jelas-jelas mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah seharusnya ditertibkan.
"Kalau pun harus dilakukan penutupan atau pemberangusan, pertimbangannya harus fokus pada kontennya. Ini penting agar langkah itu tidak menimbulkan gelombang penolakan," ujar Wakil Direktur Conference of Islamic Scholars (ICIS) Khariri Makmun dalam keterangannya, Rabu (3/3).
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Apa yang menjadi masalah utama yang dihadapi warga Jakarta saat ini? Belakangan ini, kualitas udara Jakarta jadi sorotan masyarakat.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Siapa yang menyerahkan kekuasaan atas wilayah Jakarta Raya kepada Pemerintah Republik Indonesia? Hal tersebut diawali dengan penandatanganan dokumen-dokumen peralihan kekuasaan atas wilayah Jakarta Raya dari tangan Co Batavia en Ommenlenden kepada Basis Co Jakarta Raya.
Menurutnya, hal itu nantinya akan mempengaruhi bagaimana narasi-narasi keagamaan dibangun moderat. Ia menjelaskan bahwa take down bisa dilakukan apabila tidak sesuai dengan konten-konten yang toleran.
"Apalagi dengan perkembangan teknologi saat ini tidak ada satu orang pun, otoritas mana pun yang bisa mengatasi munculnya situs-situs baru (dengan konten radikal). Yang bisa kita lakukan itu sebetulnya ya cyber police atau polisi siber yang ada sekarang itu diefektifkan saja," terang Khariri.
Ia menilai, hal ini sama seperti di jalan raya seperti ada kendaraan melanggar kemudian kena tilang. Kalau di lalu lintas siber ditemukan konten yang tidak sesuai dengan kultur Indonesia, maupun nilai-nilai keberagaman yang toleran bisa langsung disikat saja.
"Kalau pun nanti dibikin baru, tinggal dibersihkan saja. Jadi langsung dilakukan tindakan saja yang tegas," tutur anggota Komisi Dakwah MUI Pusat itu.
Selain itu, menurut Khariri, dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, website dengan konten radikal intoleran bisa ditindak kalau memang sudah dianggap melakukan radikalisme atau terorisme di dunia maya. Sehingga dengan melakukan identifikasi bisa ketahuan domain tersebut milik siapa sehingga bisa dilakukan penangkapan.
"Memang harus melibatkan banyak stakeholder khususnya untuk melatih kawan-kawan milenial dalam pencegahan agar mereka bisa membahasakan narasi-narasi moderat dalam bahasa milenial. Saya kira itu cukup efektif," tutupnya.
(mdk/did)