KPK cegah mantan hakim wanita PN Praya di kasus Bambang Soeharto
Desak Ketut Yuni Ariyanti dilarang bepergian meninggalkan tanah air karena keterangannya dibutuhkan KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan telah meminta kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah seorang mantan hakim Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Desak Ketut Yuni Ariyanti. Yuni dilarang bepergian meninggalkan tanah air lantaran keterangannya ditengarai penting dalam kasus suap izin lahan menjerat mantan politikus Partai Hanura, Bambang Wiratmadji Soeharto.
"Permintaan cegah ke luar negeri terkait Tindak Pidana Korupsi di Praya, Lombok, dengan tersangka BWS, atas nama Desak Ketut Yuni Ariyanti," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/10).
Surat pencegahan buat Yuni diteken sejak 29 September. Yuni juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus sama buat terdakwa Subri dan Lusita Ani Razak.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum Partai Hati Nurani Rakyat, Bambang Wiraatmaji Suharto, sebagai tersangka. Bambang ditengarai terlibat kasus dugaan suap pengurusan perkara pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Peran Bambang dalam kasus suap diduga turut serta bersama-sama dengan Lusita menyuap Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya, Subri. Hal itu termaktub dalam amar putusan Lusita dan Subri.
Bambang merupakan Direktur Utama PT Pantai Aan. Dia melaporkan Sugiharta alias Along dengan tuduhan mengambil lahan wisata milik PT Pantai Aan di Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah. Along saat ini dituntut tiga tahun penjara oleh tim jaksa Pengadilan Negeri (PN) Praya setelah menjalani proses hukum di pengadilan itu.
Diduga, PT. Pantai Aan menyuap Subri menyangkut putusan tuntutan jaksa untuk Sugiharta. Sebab, PT Pantai Aan dikabarkan akan membangun hotel di Praya. Namun lahan sengketa berlokasi di Selong Belanak, Praya Barat Lombok Tengah akan digunakan itu disebut-sebut masih milik Sugiharta atau Along.
Kasus ini terbongkar melalui operasi tangkap tangan. KPK menciduk Subri dan Lusita pada 14 Desember 2013. Barang bukti disita KPK terkait kasus suap itu adalah adalah uang USD 100 sebanyak 164 lembar berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Termasuk uang dalam bentuk ratusan lembar rupiah dengan total Rp 23 juta.
Bambang disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.