KPK Jelaskan Status Ali Mochtar Ngabalin yang Ikut Rombongan Edhy Prabowo
Ali Mochtar Ngabalin mengakui ikut dalam kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke Hawaii, Amerika Serikat. Namun, dia tidak ikut ditangkap KPK bersama Edhy Prabowo.
Nama tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin sempat terseret dalam peristiwa penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (25/11) dini hari. Kendati demikian, Ali tidak turut diamankan dalam penangkapan tersebut.
Dalam konferensi pers KPK, Kamis (26/11) dini hari, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan hingga proses gelar perkara dan penetapan tersangka, baru 7 orang saja yang terbukti memenuhi unsur pidana tindak pidana suap. Namun demikian, Nawawi mengatakan pengembangan kasus bisa saja menambah daftar tersangka baru dalam pusaran suap ekspor benur tersebut.
-
Kapan Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Kapan Prabowo tiba di Kantor DPP Partai Golkar? Prabowo tiba sekitar pukul 17.00 WIB dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan celana berwarna hitam.
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan Nawawi Pomolango dilantik sebagai Ketua KPK sementara? Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango berpose sesaat sebelum memberi keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/11/2023). Sebelumnya Presiden Joko Widodo, melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara.
-
Bagaimana TKN Prabowo-Gibran menanggapi putusan DKPP? Meski begitu, dia menyampaikan TKN Prabowo-Gibran menghormati keputusan DKPP. Namun, kata dia keputusan tersebut tidak bersifat final.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
"Dalam gelar perkara itu disimpulkan bahwa sejauh pembuktian dua alat bukti sejauh ini baru yang 7 orang itu saja, tidak tertutup kemungkinan nanti di dalam pengembangan-pengembangan selanjutnya pada tahapan-tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan," ucap Nawawi, Kamis (26/11).
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengakui ikut dalam kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke Hawaii, Amerika Serikat. Namun, dia tidak ikut ditangkap KPK bersama Edhy Prabowo.
Ngabalin ikut serta dalam kunjungan Edhy Prabowo karena menjabat Pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Tidak mungkin. KPK itu kan punya data, punya dokumen sementara. Kan KPK perlu melakukan klarifikasi, memeriksa data yang mereka dapatkan. Bang Ali kan bukan pejabat pembuat komitmen, bukan pejabat pengguna anggaran," jelas Ngabalin.
Ngabalin berbagi cerita. Dia berpisah dari rombongan Edhy setibanya di Bandara Soekarno Hatta. Sesaat sebelum KPK menangkap Edhy Prabowo.
"Kami pisah tadi di bandara. Kami pisah karena kan tadi kan Bang Ali tanya, mereka kemukakan bahwa 'Pak Ngabalin di sini saja'. Itu isyarat untuk kita pisah rombongan," tutur dia.
Ngabalin mengaku saat ini berada di rumah setelah beristirahat. Dia tetap mengerjakan aktivitasnya. "Bang Ali sendiri alhamdulillah sekarang ada di rumah. Tadi habis live zoom rakor dengan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi KKP. Sebagai pembina, mereka minta saran masukan," katanya.
Atas dugaan suap ekspor benur, 7 orang ditetapkan sebagai tersangka. KPK sebelumnya menangkap 17 orang di beberapa lokasi terkait kasus tersebut. KPK membentuk tim yang kemudian bergerak melakukan penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang, Depok dan Bekasi.
Enam tersangka sebagai penerima disangkakan pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, tersangka yang berstatus pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(mdk/ray)