KPK sebut harta ilegal Fuad Amin masih berlimpah
KPK mengamankan belasan mobil dan uang Rp 100 miliar milik Fuad Amin. Diduga harta ilegal Fuad masih banyak bertebaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan terus memburu harta-harta diduga hasil korupsi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan, KH. Fuad Amin Imron. Bahkan menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, aset haram Fuad masih bertebaran di banyak tempat.
"Harus diakui ini adalah salah satu kasus yang menarik untuk ditangani, yang salah satu karena menyangkut besaran asetnya," tulis Bambang melalui pesan singkat kepada para pewarta, Kamis (22/1).
Bambang menyatakan, penyidik KPK masih berada di lapangan mengejar harta-harta haram Fuad Amin. Menurut dia, hal itu akan terus dilakukan sampai semua aset ilegal itu ditemukan.
"Penyitaan atas seluruh aset FAI yang diduga dari hasil kejahatan masih terus berlanjut," sambung Bambang.
Kemarin, tim penyidik KPK kembali melakukan penelusuran harta-harta ilegal Fuad Amin Imron. Hasilnya, penyidik menyita sejumlah aset baik barang maupun uang diduga hasil korupsi tersangka kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan itu.
"Iya benar, terkait dengan penyidikan untuk tersangka FAI, penyidik telah melakukan penyitaan atas sejumlah aset," tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat kemarin.
Priharsa menyatakan, harta-harta haram KH. Fuad itu di antaranya berupa dua rumah di Surabaya. Selain itu ada lagi penyitaan enam buah mobil beberapa tergolong mewah. Yakni Toyota Alphard, Toyota Camry, Honda Odyssey, Hummer H1, Honda Mobilio, dan Toyota Land Cruiser.
"Dan uang lebih dari Rp 100 miliar," lanjut Priharsa.
Namun, Priharsa merahasiakan lokasi penyitaan mobil dan uang itu. Dia menyatakan penyidik akan terus memburu harta panas KH. Fuad Amin di manapun berada.
Kasus ini berawal dari kejanggalan kontrak jual beli gas antara Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, Pertamina EP, dengan Media Energi. Menurut kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) diteken pada 2006, Media Energi membeli gas yang sebagian dipakai buat memasok Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gili Timur, Bangkalan, Jawa Timur. Pertamina Hulu Energi sepakat menjual gas ke Media Energi asalkan perseroan itu membangun secara mandiri jaringan pipa gas dari blok Madura Barat. Media Energi lantas menggandeng PD Sumber Daya yang merupakan perusahaan daerah di Bangkalan buat membangun jaringan pipa. Kontrak kerjasama itu pun diteken oleh Media Energi, PD Sumber Daya, dan Fuad Amin saat masih menjabat sebagai Bupati Bangkalan pada 2006. PHE pun menunjuk Pertamina EP buat mendistribusikan gas itu.
Walau dalam klausul kontrak tertera jelas gas itu dipasok buat kebutuhan PLTG, tapi sampai saat ini tidak jelas nasib fasilitas pembangkit listrik itu. Pembangunan pipa pun tidak dilakukan oleh PD Sumber Daya dan Media Energi. Sementara Perusahaan Listrik Negara akhirnya urung membanguin fasilitas PLTG di Bangkalan dan malah memindahkannya ke Riau. Sementara itu hal paling dipertanyakan adalah ke mana larinya gas produksi anak perusahaan Pertamina itu.
Pertamina EP sebagai penyalur menolak disalahkan dalam perkara itu. Mereka merasa sudah menunaikan kewajiban dengan mengantar gas dari kilang ke tepat di titik serah pembeli, serta sudah menjalankan perjanjian sesuai kontrak dan menjual gas dengan harga cukup baik. Mereka juga menampik tudingan merugikan keuangan negara. Mereka menyangkal dituding menjadi sumber kegagalan pembangunan PLTG Gili Timur. Masalah pembangunan jalur pipa dari Gresik menurut mereka adalah urusan antara Media Energi dan PD Sumber Daya.
Atas dasar sengkarut itulah, KPK akhirnya menetapkan Fuad Amin Imron dan anak buahnya Abdul Rauf, serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko dan Anggota TNI AL Kopral Satu Darmono sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, gratifikasi atau pemberian itu terkait penyimpangan perjanjian jual beli gas buat Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan.
Serah terima duit itu dilakukan di Jakarta. Yakni tepatnya di Gedung AKA di Bangka Raya, Jakarta Selatan, pada Senin (1/12) siang. Gedung itu diketahui milik Fuad. Pemberinya adalah Antonio.
Antonio menyerahkan uang kepada ajudan Amin, Rauf. Saat ditangkap, di dalam mobil Rauf ditemukan duit sebesar Rp 700 juta.
Tak lama setelah penangkapan pertama, tim penyidik menangkap seorang anggota TNI Angkatan Laut berpangkat Kopral Satu bernama Darmono di Gedung Energy Tower atau Energy Building di Pusat Kawasan Bisnis Sudirman (SCBD) Jakarta. Gedung itu dikuasai oleh Medco milik pengusaha Arifin Panigoro. Darmono adalah perantara dan ajudan Antonio. Ketiganya lantas digelandang ke Gedung KPK.
Setelah ketiganya diringkus, tim KPK pada Selasa dini hari menangkap Amin di rumahnya di Bangkalan. Pagi harinya dia diboyong ke Gedung KPK.
Atas perannya itu, KPK menyangkakan Amin dan Rauf dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Keduanya kini dibui di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur.
Sedangkan Antonio disangkakan dengan pasal pemberi suap atau gratifikasi. Yakni pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan pasal 13 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001. Dia dibui di Rutan Cipinang Kelas I cabang KPK.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Koptu Darmono kepada Polisi Militer Angkatan Laut. Sebab, dia juga ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus itu.
Tak lama kemudian, KH. Fuad Amin Imron dijerat dengan sangkaan pencucian uang. Mantan Bupati Bangkalan itu diduga sengaja menyamarkan harta-harta diperolehnya dari hasil korupsi.
Berdasarkan hasil gelar perkara KPK menyangkakan ayah dari Bupati Bangkalan saat ini, Makmun Ibnu Fuad, dengan dua pasal. Yakni Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang nomor 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003 tentang pemberantasan TPPU.
Terkait sangkaan itu, tim penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menyatakan telah menyita lima kendaraan roda empat dan sebuah sepeda motor sport merek Kawasaki tipe Ninja terkait kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, diduga hasil pencucian uang Fuad.
Lima mobil itu antara lain Toyota Alphard berwarna perak bernomor polisi B 1250 TFU, Toyota Kijang Innova abu-abu bernomor polisi B1824 TRQ, sedan Suzuki Swift putih bernomor polisi B 1683 TOM, Honda CR-V coklat bernomor polisi B 1277 TJC, serta sedan Toyota Camry hitam bernomor polisi B 1341 TAE. Semuanya terjejer di area parkir Gedung KPK dan ditempel stiker bertuliskan 'Disegel'.
Sementara awak media tidak bisa menemukan keberadaan sepeda motor Kawasaki Ninja. Kabarnya kuda besi itu sudah disimpan di ruang basement Gedung KPK. Jenis Kawasaki Ninja itu pun belum diketahui apakah tipe mesin dua langkah, atau empat langkah, atau jenis motor Kawasaki Ninja berkapasitas di atas 250 cc.
Menurut informasi didapat, Fuad menyembunyikan semua kendaraan itu di sebuah rumah miliknya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur. Rumah itu juga sempat digeledah setelah Fuadi dicokok di rumahnya di Bangkalan dan digelandang ke Jakarta. Sementara itu, dua buah kendaraan roda empat hasil korupsi Fuad terparkir di rumahnya di Bangkalan, yakni Toyota Kijang Innova dan Toyota Alphard, juga sudah disita.
Baca juga:
Kasus Fuad Amin, KPK periksa eks Presdir Pertamina EP
KPK sita harta Fuad Amin, dari mobil mewah hingga duit miliran
Rumah Rp 80 M di Kertajaya Indah dibeli Fuad dari keturunan India
KPK segel beberapa aset rumah Fuad Amin di Surabaya
Kasus gas alam Bangkalan, Antonio kembali diperiksa KPK
Ajudan Fuad Amin usai diperiksa KPK terkait kasus gas Bangkalan
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? Wakil ketua KPK itu menyebut laporannya ke Bareskrim Mabes Polri sehubungan dengan proses etik yang tengah menjerat dirinya karena dianggap menyalahkan gunakan jabatan.
-
Kenapa Nurul Ghufron menggugat Dewas KPK di PTUN? Ghufron sendiri sempat meminta kepada Dewas untuk menunda sidang etiknya. Namun Dewas kukuh untuk tetap menggelar sidang etik. "Apakah Dewas sudah mengantisipasi? Sangat mengantisipasi. Tapi perlu diketahui hal-hal yang memang kita tidak bisa melakukan persidangan kalau itu harus dipenuhi. NG pernah tidak hadir, tapi kemudian hadir," ucap ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan di gedung Dewas KPK, Selasa (21/5).